الحمد لله رب العالمين, والصلاة و السلام على نبينا محمد, عبدالله و رسوله وعلى اله و صحبه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين, و بعد :
Nafsu adalah kecondongan jiwa kepada perkara-perkara yang selaras dengan kehendaknya. Kecondongan ini secara fithroh telah diciptakan pada diri manusia demi kelangsungan hidupnya. Sebab bila tiada selera kepada makanan, minuman dan kebutuhan biologis niscaya mereka tidak akan tergerak untuk makan, minum dan menikah. Nafsu mendorong untuk hal-hal yang dikehendakinya itu. Sebagaimana rasa emosional mencegahnya dari hal-hal yang menyakitinya. Maka dari itu tidak boleh mencela nafsu secara mutlak dan tidak boleh memujinya secara mutlak. Sebagaimana halnya perasaan emosional tidak boleh dicela atau dipuji secara mutlak. Namun karena kebiasaan orang yang mengikuti hawa nafsu, syahwat dan emosinya tidak dapat berhenti sampai batas yang bermanfaat saja maka dari itulah hawa nafsu, syahwat dan emosi dicela karena besarnya mudhorot yang ditimbulkannya. Dan juga jarang sekali ditemui orang yang dapat berlaku adil dan berhenti pada batas positif bila telah dikuasai oleh hawa nafsu, syahwat dan emosi. Sebagaimana pula sangat jarang ditemui tabiat yang lurus dalam segala kondisi. Salah satu dari unsur-unsur yang ada pasti mendominasi dirinya. Jarang sekali seseorang dapat meluruskan potensi syahwat dan emosinya dalam segala kondisi. Barangkali hanya segelintir orang saja yang bisa. Oleh sebab itulah Allah selalu mencela hawa nafsu dalam Kitab-Nya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah dalam Majmu' Fatawa 28/132 berkata, “Hawa nafsu asalnya adalah kecintaan jiwa dan kebenciannya. Semata-mata hawa nafsu yaitu kecintaan dan kebencian yang ada di dalam jiwa tidaklah tercela. Karena terkadang hal itu tidak bisa dikuasai. Namun yang tercela adalah mengikuti hawa nafsu, sebagaimana firman Allah :
يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
"Hai Daud! sesungguhnya Kami menjadikan kamu kholifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah." (QS.38 Shod: 26)."
Seseorang yang mengikuti hawa nafsu adalah seseorang yang mengikuti perkataan atau perbuatan yang dia sukai dan menolak perkataan atau perbuatan yang dia benci dengan tanpa dasar petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Tercelanya Pengikut Hawa Nafsu
Allah menyamakan pengikut hawa nafsu dengan hewan-hewan hina secara lahir maupun bathin. Adakalanya Allah menyamakan mereka seperti anjing, misalnya dalam firman Allah:
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنٰهُ بِهَا وَلٰكِنَّهٗٓ اَخْلَدَ اِلَى الْاَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوٰىهُۚ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ الْكَلْبِۚ اِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ اَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْۗ ذٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَاۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
"Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir." (QS.7 Al A'roof: 176).
Dan adakalanya menyamakan mereka seperti keledai, misalnya dalam firman Allah:
كَاَنَّهُمْ حُمُرٌ مُّسْتَنْفِرَةٌۙ فَرَّتْ مِنْ قَسْوَرَةٍۗ
"Seakan-akan mereka keledai liar yang lari terkejut, lari dari singa." (QS. Al Muddatstsir: 50-51).
Adakalanya merubah bentuk mereka menjadi bentuk kera dan babi.
Hawa Nafsu Mengajak Kepada Kesesatan
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
"Katakanlah, “Hai Ahli Kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (QS.5 Al-Maidah: 77).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ
"Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Robbmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas. (QS.6 Al An'am: 119).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah berkata, “Barangsiapa mengikuti hawa nafsu manusia setelah mereka mengetahui agama Islam yang Allah amanahkan kepada Rosul-Nya untuk membawa agama itu dan juga setelah mengetahui petunjuk Allah yang telah dijelaskan kepada para hamba-Nya, berarti dia berada dalam kedudukan ini (yaitu sebagai pengikut hawa nafsu). Oleh karena itu para Salaf menamakan ahlul bida' wat tafarruq, orang-orang yang menyelisihi Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah (Al-Hadits) sebagai ahlul ahwa’ (orang-orang yang mengikuti hawa nafsu). Karena mereka menerima apa yang mereka sukai dan menolak apa yang mereka benci dengan dasar hawa nafsu, tanpa petunjuk dari Allah Azza wa Jalla." (Majmu' Fatawa 4/190).
Bahaya Mengikuti Hawa Nafsu
Semua kemaksiatan terjadi karena cinta hawa nafsu lebih didahulukan daripada cinta Allah dan Rosul-Nya. Allah menjelaskan di banyak ayat Al Qur'an bahwa sifat orang-orang kafir menuruti hawa nafsu. Allah Ta'ala berfirman:
فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ ۚ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
"Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim." (QS.28 Al-Qashshosh: 50).
Perkara-perkara bid'ah itu terjadi karena cinta hawa nafsu lebih didahulukan atas cinta syari'at, oleh karenanya para shohibul bid'ah dinamakan pecinta hawa nafsu. Kemaksiatan-kemaksiatan juga begitu terjadi karena cinta hawa nafsu lebih didahukan atas cinta Allah dan mencintai apa saja yang dicintai-Nya.
Begitu juga mencintai figur-figur seharusnya mengikuti apa yang dibawa Rosulullah. Jadi orang mukmin wajib mencintai Allah dan mencintai apa yang dicintai Allah, misalnya para malaikat, para rosul, para nabi, para shiddiqin, para syuhada' dan orang-orang sholih secara umum. Oleh karena itu diantara tanda keberadaan kemanisan iman adalah orang yang tidak mencintai orang lain kecuali karena Allah. Seorang mukmin juga haram berteman setia dengan musuh-musuh Allah dan siapa saja yang dibenci Allah secara umum.
Orang yang mengikuti hawa nafsunya telah dibuat buta dan tuli oleh hawa nafsunya. Sehingga dia tidak bisa memperhatikan dan melaksanakan apa yang menjadi hak Allah dan Rosul-Nya dalam hal itu, dan dia tidak mencarinya. Dia tidak ridho karena ridho Allah dan Rosul-Nya, dia tidak marah karena kemarahan Allah dan Rosul-Nya.Tetapi dia ridho jika mendapatkan apa yang diridhoi oleh hawa nafsunya, dan marah jika mendapatkan apa yang membuat hawa nafsunya marah.
Dengan demikian maka mengikuti hawa nafsu akan menyeret pelaku kepada kesesatan dan kerusakan. Sebab timbulnya bid’ah adalah hawa nafsu, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam, “Permulaan bid’ah adalah mencela Sunnah (ajaran Nabi) dengan dasar persangkaan dan hawa nafsu (sebagaimana bibit kemunculan Khawarij), sebagaimana Iblis mencela perintah Allah dengan fikirannya dan hawa nafsunya." (Majmu’ Fatawa 3/350).
Syaikhul Islam berkata, “Barangsiapa mengikuti hawa nafsunya, seperti mencari kepemimpinan dan ketinggian (dunia), keterikatan hati dengan bentuk-bentuk keindahan, atau (usaha) mengumpulkan harta, di tengah usahanya untuk mendapatkan hal itu dia akan menemui rasa susah, sedih, sakit dan sempit hati, yang tidak bisa diungkapkan. Dan kemungkinan hatinya tidak mudah untuk meninggalkan keinginannya, dan dia tidak mendapatkan apa yang menggembirakannya. Bahkan dia selalu berada di dalam ketakutan dan kesedihan yang terus menerus. Jika dia mencari sesuatu yang dia sukai, maka sebelum dia mendapatkannya, dia selalu sedih dan perih karena belum mendapatkannya. Jika dia sudah mendapatkannya, maka dia takut kehilangan atau ditinggalkan (sesuatu yang dia sukai itu)." (Majmu' Fatawa 10/651).
Menundukkan Hawa Nafsu Demi Mengikuti Ajaran Nabi
Rosulullah ﷺ bersabda:
لا يؤمن أحدكم حتى يكون هواه تبعا لما جئت به
"Salah seorang dari kalian tidak beriman hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa." (Imam Nawawi rohimahullah berkata, "Hadits ini hasan shohih dan kami meriwayatkannya di kitab Al-Hujjah dengan sanad shohih.").
Banyak dalil lain yang menjelaskannya diantaranya firman Allah Ta’ala:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Maka demi Robbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. An-Nisa’: 65).
Allah Ta'ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ ۗوَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيْنًاۗ
"Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata." (QS. Al Ahzab: 36).
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengecam orang-orang yang membenci apa yang Dia cintai dan mencintai apa yang Dia benci. Allah Ta'ala berfirman:
ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَرِهُوْا مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاَحْبَطَ اَعْمَالَهُمْ
"Yang demikian itu karena mereka membenci apa (Al-Qur'an) yang diturunkan Allah, maka Allah menghapus segala amal mereka." (QS. Muhammad: 9).
Allah Ta'ala berfirman:
ذٰلِكَ بِاَنَّهُمُ اتَّبَعُوْا مَآ اَسْخَطَ اللّٰهَ وَكَرِهُوْا رِضْوَانَهٗ فَاَحْبَطَ اَعْمَالَهُمْ
"Yang demikian itu, karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan membenci (apa yang menimbulkan) keridhoan-Nya; sebab itu Allah menghapus segala amal mereka." (QS. Muhammad: 28).
Jadi setiap orang mukmin wajib mencintai apa yang dicintai Allah dengan cinta yang mengharuskannya untuk mengerjakan apa saja yang diwajibkan Allah kepadanya. Jika cintanya bertambah, ia mengerjakan apa saja yang disunnahkan Allah kepadanya dan itu keutamaan darinya. Orang mukmin juga harus membenci apa saja yang dibenci Allah Ta'ala dengan kebencian yang mengharuskannya berhenti dari apa saja yang diharamkan Allah kepadanya. Jika kebenciannya meningkat, kebenciannya mewajibkannya dari apa saja yang dimakruhkan Allah dan itu keutamaan darinya.
Untuk meraih keselamatan, orang yang mengikuti hawa nafsu harus terapi dirinya dengan rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sehingga akan menghentikannya dari mengikuti hawa nafsunya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٤٠﴾ فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ
"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Robb-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya Jannah tempat tinggal(nya)." (QS.79 An-Nazi’at: 40-41).
Untuk pembahasan lebih rinci 50 terapi hawa nafsu, Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah telah menulis "Asbaabut Takhollush minal Hawa". Silahkan membaca kitab tersebut.
Hanya kepada Allah sajalah kita memohon agar melindungi kita dari hawa nafsu yang selalu mendorong kepada kejahatan dan agar menjadikan hawa nafsu kita selalu tunduk mengikuti apa yang diridhoi dan dicintai Allah. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Maha Kuasa mengabulkan doa.
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين
Blora, 19 Dzulqo'dah 1443 H/19-06-2022 M
Hazim Al Jawiy