9 Wali Sulthan (Penguasa) Demak Mengikuti Madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
✍🏻 Pembentukan Majelis Dakwah Walisongo di perkirakan terjadi antara tahun 1250 -1404 oleh Sultan-Sultan yang berkuasa dalam penyebaran agama Islam di suatu negara ke negara lain, biasanya terdiri dari 9 Anggota Majelis Dakwah Walisongo segera bergerak ke wilayah India, asia tenggara seperti Vietnam, Malaysia & Indonesia. Berita ini tertulis dalam kitab kanzul'Hum dari ibnu bathutah, lalu dilanjutkan oleh Sunan Gresik & sekarang tersimpan dalam museum Istana Turki Istanbul. (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Wali_Sanga)
✍🏻 Nama 9 Wali Sultan Demak : (1) Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (wafat tahun 1419), (2) Sunan Ampel atau Raden Rahmat (lahir tahun 1401), (3) Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin (lahir 1442), (4) Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim (1465-1525), (5) Sunan Drajat atau Raden Qasim (lahir tahun 1470), (6) Sunan Kudus atau Ja'far Shadiq (wafat tahun 1550), (7) Sunan Kalijaga atau Raden Said (lahir 1450), (8) Sunan Muria atau Raden Umar Said, (9) Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah (lahir 1450).
✍🏻 Kesultanan Demak
Kesultanan Demak atau Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa yang berdiri pada perempat akhir abad ke-15 di Demak. Demak sebelumnya merupakan kadipaten Majapahit yang telah melemah saat itu untuk beberapa tahun sebelum melepaskan diri. Berdasarkan cerita tradisional Jawa, kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah, yang merupakan keluarga dinasti Majapahit. (lihat Ricklefs 2008, Raffles 1817 dalam https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Demak)
Menurut versi Babad Tanah Jawi, ayah Raden Patah adalah Prabu Brawijaya V, raja Kerajaan Majapahit yang berkuasa antara 1474 hingga 1498. Beliau berguru kepada seorang alim yaitu sunan Ampel. Seiring keruntuhan Kerajaan Majapahit, maka Demak memisahkan diri dari kekuasaan pusatnya. Raden Patah secara resmi mendirikan Kerajaan Demak pada sekitar tahun 1478.
✍🏻 Kesulthanan Demak Tidak Memiliki Istana
Ada beberapa pendapat tentang keberadaan Keraton Demak. Bekas Keraton Kesultanan Demak itu tidak ada. Kemungkinan ini disimpulkan dari keterangan bahwa Raden Patah menyebarkan Islam di Demak semata-mata untuk kepentingan Islam. Pendirian Masjid Agung Demak yang dilakukan bersama para Walisanga merupakan simbol Kesultanan Demak. Sedangkan kediaman Raden Patah bukan berupa istana megah, melainkan rumah biasa yang diperkirakan berletak di sekitar stasiun kereta api sekarang. Hanya meninggalkan masjid Demak sebagaimana Nabi dan para Khulafaur Rasyidin tidak meninggalkan istana melainkan meninggalkan Masjid Madinah.
✍🏻 Kedudukan Dan Peranan 9 Wali Sulthan Demak
Yang dimaksud 9 wali ini bukan seperti istilah wali yang biasa dipakai kaum Sufi. Tapi yang dimaksud 9 wali yaitu semacam dewan yang punya peranan sebagai anggota Majelis Syuro Kesultanan Demak Bintoro, ahlul halli wal ‘aqdi, ataupun nuqabâ’ (jamak dari naqîb). Pada umumnya juga menjadi pemimpin sebuah wilayah yang diamanahkan sulthan Demak.
Selain mendukung pendirian kesulthanan dan membantu membangun Masjid Agung Demak, Wali Songo juga menjadi penasihat kesulthanan, sebagai mufti serta mempunyai peranan besar dalam menyebarkan ajaran Islam. Bahkan, peran Sunan Kudus pada masa Kesulthanan Demak, selain sebagai penasihat kerajaan, juga menjabat sebagai panglima perang dan qodhi/hakim kesultanan. Hal ini sebagaimana para Khalafaur Rosyidin punya semacam Majelis Syuro, penasehat ataupun para pembantu yang memiliki peranan yang semisal.
✍🏻 9 Wali Sulthan Demak Manhaj Dan Madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
Seorang muslim itu hukum asalnya Ahlus Sunnah, sampai diketahui secara pasti bukti penyimpangannya. Banyak hal atau perkara yang menjadi indikasi 9 Wali Sulthan Demak menganut serta mendakwahkan manhaj dan madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. Diantaranya :
1. Berupaya mendakwahkan tauhid, melarang keras perbuatan syirik ataupun berdoa kepada selain Allah.
2. Mengajak kaum muslimin menunaikan rukun Islam, menegakkan sholat wajib, menjauhi perkara haram (maksiat) dan menjadikan masjid sebagai pusat dakwah.
3. Melarang dan memperingatkan umat Islam dari amalan bid'ah dalam agama. Bahkan sunan Giri dikenal sebagai tokoh kaum putihan yang tidak toleransi terhadap adat Jawa, karena sangat khawatir jika terjatuh dalam amalan bid'ah. Kesyirikan, muamalah dengan jin, ataupun beragam bid'ah muncul dan kembali berakar kuat setelah runtuhnya kesultanan Demak, terutama di zaman Pajang dan Mataram Islam.
4. Tidak menganut ajaran Sufi, sebaliknya melarang keras ajaran Sufi. Termasuk paham sesat "Manunggaling Kawulo Gusti" yang didakwahkan oleh syaikh Siti Jenar. Seorang syaikh yang berasal dari daerah Lemahbang (yang artinya tanah merah). Jadi bukan seperti mitos berasal dari cacing tanah kuning. Akibat dianggap menyebarkan paham sesat tersebut, sehingga kemudian dihukum mati yang diputuskan 9 wali atas wewenang sulthan Demak.
5. Melarang keras patung dan gambar manusia. Terutama sunan Giri, sehingga pada zaman kesultanan Demak tidak dijumpai peninggalan sejarah berupa patung ataupun gambar manusia. Lain hal zaman sebelum kesultanan Demak (seperti Majapahit) atau zaman setelah runtuhnya kesultanan Demak (seperti Mataram Islam), maka banyak dijumpai peninggalan sejarah berupa patung ataupun gambar manusia. Adapun gambar berwarna 9 wali sultan Demak itu tidak jelas asal-usulnya. Baru muncul belakangan yang konon katanya lukisan tersebut dibuat hanya bersandar mimpi. Sebagaimana dikemukakan oleh para pakar Sejarah.
6. Sholat Jum'at dikerjakan ma'al umara'. Tidak tafarruq ataupun dikerjakan di banyak masjid. Sholat Jum'at hanya dikerjakan di 1 masjid yaitu masjid Demak. Sehingga 9 wali jika mengerjakan sholat Jum'at di masjid Demak. Ini sebagaimana pengamalan Nabi dan para Shahabat serta sesuai dengan Ushul As Sunnah.
7. Wanita jarang keluar rumah dan ada syariat anak gadis menjelang dewasa dipingit dalam rumah.
8. Adzan dikumandangkan di luar masjid dan di atas tempat yang tinggi. Tidak dikerjakan di dalam masjid sebagaimana pengamalan para Salafush Sholih.
9. Berupaya menerapkan hukum Islam sesuai Al Qur'an dan As Sunnah. Sehingga menghukum mati syaikh Siti Jenar karena mendakwahkan kesesatan sebagaimana ajaran kaum Sufi.
10. Mengajarkan untuk zuhud terhadap dunia dan mementingkan agama. Bahkan sultan Demak tidak punya istana, tidak sebagaimana umumnya para raja yang punya istana.
11. Pergantian pemimpin yang sah diputuskan dengan cara musyawarah 9 wali. Tidak secara demokrasi.
12. Mengajarkan menutup aurat, laki-laki pakai izar atau celana longgar setengah betis.
13. Tidak dikenal pada zaman kesultanan Demak pacaran sebelum menikah.
14. Ajaran Islam tersebar di tanah Jawa insya Allah itu semua buah dari dakwah tauhid, sehingga mampu mengalahkan semua agama di tanah Jawa.
15. Beragam bid'ah banyak bermunculan dan tercatat pada masa kerajaan Mataram Islam dan bukan kesulthanan Demak Bintoro. Seperti perayaan 1 Muharram (1 Suro), gamelan, tradisi anjangsana dan halal bi halal, perayaan maulid Nabi dsb.
16. Setelah runtuhnya kesultanan Demak dan bermunculan bid'ah. Terutama setelah ganti generasi dan sunan Giri telah wafat, maka kaum putihan mulai banyak yang diperangi dan dibunuh kaum abangan sehingga menjadi minoritas.
17. Tak ada ulama Ahlus Sunnah yang hidup sejaman yang men-jarh 9 wali kesulthanan Demak atau menghukumi sebagai ahlul bid'ah.
18. Tidak ada nukilan 9 wali sulthan Demak beraqidah Asy'ariyah. Andai terbukti beraqidah Asy'ariyah pun, maka tak bisa langsung dihukumi sebagai ahlul bid'ah selama tidak ada yang iqomatul hujjah dan bayan hujjah. Sebagaimana imam An Nawawi ataupun Ibnu Hajar rahimahullah.
19. Syair Tombo Ati yang masyhur isinya benar, tidak menyimpang dan mencocoki kalam ulama Ahlus Sunnah.
Imam Yahya bin Mu’adz berkata :
"Obat keras hati itu ada lima perkara, yakni (1) membaca Al-Qur’an sembari merenungi maknanya (tafakkur), (2) mengosongkan perut (puasa), (3) mendirikan shalat malam, (4) at-tadhorru'/merendahkan diri (berdzikir) di waktu sahur), dan (5) berkumpul dengan orang-orang shalih." (lihat Shifatush Shofwah 2/293)