LOYAL DAN BENCI KARENA ALLAH VS HAWA NAFSU (tulisan bagian 1)
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, والصلاة و السلام على نبينا محمد, عبدالله و رسوله وعلى اله و صحبه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين, و بعد :
Sahabat akrab bisa menjadi musuh di hari Qiyamat. Allah berfirman:
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa." (QS. Az-Zukhruf: 67).
Ahli Tafsir At-Thobari menjelaskan,
المتخالون يوم القيامة على معاصي الله في الدنيا, بعضهم لبعض عدوّ, يتبرأ بعضهم من بعض, إلا الذين كانوا تخالّوا فيها على تقوى الله.
“Orang-orang yang saling bersahabat di atas maksiat kepada Allah di dunia, di hari kiamat akan saling bermusuhan satu sama lain dan saling berlepas diri, kecuali mereka yang saling bersahabat di atas taqwa kepada Allah.” (Lihat Tafsir At-Thobari)
Hendaknya kita benar-benar mencari sahabat yang baik dan jangan sampai kita menyesal di hari Qiyamat sebagaimana firman Allah Ta'ala:
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا ﴿٢٧﴾ يَا وَيْلَتَىٰ لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا ﴿٢٨﴾ لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي ۗ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا
“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zholim menggigit dua tangannya (yakni: sangat menyesal), seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rosul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur'an ketika Al Qur'an itu telah datang kepadaku.” Dan adalah syaithon itu tidak mau menolong manusia.” (QS. Al-Furqon: 27-29).
Hendaknya kita selalu berkumpul bersama orang-orang sholih dan jujur dalam keimanannya sebagaimana firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At-Taubah: 119).
Selalu perhatikan siapa sahabat kita dan harus memilih pertemanan dan sahabat yang mayoritas waktu, kita habiskan bersama mereka.
Nabi ﷺ bersabda:
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang itu mengikuti diin (agama; tabiat; akhlaq) kawan dekatnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan kawan dekat.” (HR. Abu Dawud, Silsilah ash-Shahihah no. 927)
Bisa jadi teman sesama pengguna narkoba ataupun dukhon terlihat sangat akrab bahkan hampir bersaudara ketika menggunakan bersama-sama. Mereka mengatakan:
“Kita saling berbagi dan susah-senang bersama”
Namun keadaan bisa berbalik 100% tatkala mereka semua ditangkap oleh polisi, maka mereka akan saling menyalahkan siapa duluan yang mengajak, saling mengelak dan saling menuduh siapa yang membeli dan menghadirkan narkoba pertama kali. Demikian juga tatkala ada diantara mereka yang mengidap penyakit kanker lambung, paru-paru, jantung ataupun stroke jika sudah tidak bisa disembuhkan.
Demikianlah keadaan “teman akrab” di dunia yang tidak dibangun berdasarkan “pertemanan karena Allah“, bisa jadi mereka akan saling bermusuhan di hari kiamat. Misalnya saja mereka sangat akrab di dunia dan kompak dalam berbagai aktivitas dan kebersamaan, akan tetapi tatkala tiba waktu salat maka umumnya tiada satu yang mengingatkan agar sholat dahulu, akhirnya mereka bisa lalai akan sholat.
Bab I. Syaithon Musuh Bagi Orang-Orang Mukmin
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan manusia agar tidak tergoda oleh syaithon. Allah berfirman :
يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ
"Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaithon sebagaimana ia telah berhasil mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari Jannah." (QS. Al-A’rof/7: 27).
Oleh karena itu, dengan rohmat-Nya, Allah Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk menjadikan syaithon sebagai musuh. karena memang sebenarnya, syaithon musuh bagi kita. Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
"Sesungguhnya para syaithon itu adalah musuh nyata bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaithon-syaithon itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni Neraka yang menyala-nyala." (QS. Al Fathir/35:6).
Imam Ibnul Qayyim rohimahullah terkait ayat di atas berkata, “Perintah Allah untuk menjadikan syaithon sebagai musuh ini sebagai peringatan agar (manusia) mengerahkan segala kemampuan untuk memerangi dan melawannya. Sehingga syaithon itu seolah-olah musuh yang tidak pernah berhenti dan tidak pernah lalai." (Zadul Ma’ad, III/6).
Dalam menjalankan aksinya menyesatkan dan membinasakan manusia, syaithon memiliki dua senjata yaitu syubhat dan syahwat. Oleh karena itu, orang yang ingin selamat harus berjihad melawan syaithon dengan bersenjatakan ilmu dan mentazkiyah (membersihkan) jiwanya. Ilmu nafi’ (yang bermanfaat) akan membuahkan rasa yakin, yang akan menolak syubhat. Sedangkan tazkiyatun nafs akan melahirkan ketakwaan dan kesabaran, yang membuatnya mampu mengendalikan syahwat.
Imam Ibnul Qayyim rohimahullah mengatakan, “Jihad melawan syaithon memiliki dua tingkatan : Pertama, menolak syubhat dan keraguan yang dilemparkan syaithon kepada hamba; Kedua, menolak syahwat dan keinginan-keinginan jelek yang dilemparkan syaithon kepada hamba. Jihad yang pertama akan diakhiri dengan keyakinan, sedangkan jihad yang kedua akan diakhiri dengan kesabaran. Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
"Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami." (QS. As-Sajdah/32:24)
Allah memberitakan bahwa kepemimpinan agama hanya bisa diraih dengan kesabaran (dan keyakinaan), kesabaran akan menolak syahwat dan keinginan-keinginan jelek, dan keyakinan akan menolak keraguan dan syubhat.” (Zadul Ma’ad III/10)
Jadi senjata manusia untuk melawan syaithon adalah ilmu dan kesabaran. Ilmu yang bersumber dari kitabullah dan Sunnah Rosul-Nya. Kemudian mengamalkan ilmu tersebut sehingga jiwa menjadi bersih dan suci, dan menumbuhkan kesabaran.
Di antara bentuk jerat setan adalah dengan menghiasi kemaksiatan. Allah ﷻ telah mengabarkan tentang sumpah setan:
﴿قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ﴾
“Iblis berkata, ‘Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (QS. Al-Hijr: 39)
Sungguh, betapa banyak orang yang terjerumus dalam maksiat dan kekufuran karena memandang indah maksiat dan kekufuran tersebut. Oleh karenanya Allah ﷻ berfirman:
﴿وَإِذْ زَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ وَقَالَ لَا غَالِبَ لَكُمُ الْيَوْمَ مِنَ النَّاسِ وَإِنِّي جَارٌ لَّكُمْ فَلَمَّا تَرَاءَتِ الْفِئَتَانِ نَكَصَ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ وَقَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِّنكُمْ إِنِّي أَرَىٰ مَا لَا تَرَوْنَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَاللَّهُ شَدِيدُ الْعِقَابِ﴾
“Dan ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan, ‘Tidak ada seorang manusia pun yang dapat menang terhadapmu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu’. Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), setan itu balik ke belakang seraya berkata, ‘Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu, sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah’. Dan Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS. Al-Anfal: 48)
Syaithon memiliki banyak jerat. Jika syaithon tidak berhasil menjerumuskan seseorang pada perkara menggampangkan dosa-dosa kecil, maka syaithon akan membuatnya sibuk dengan perkara yang mubah. Seseorang akan digoda oleh setan untuk berlibur, untuk jalan-jalan, untuk nongkrong di warung kopi, dan perkara mubah lainnya. Ketahuilah bahwa ketika Anda telah sibuk jalan-jalan, nongkrong sana-sini, maka itu adalah jerat setan agar Anda menghabiskan waktu. Dampaknya, amal yang akan kita bawa menghadap Allah ﷻ menjadi sangat sedikit, karena waktu kita habis pada perkara yang mubah. Anda pun akhirnya tidak sempat untuk shalat malam, tidak sempat untuk berbakti kepada orang tua, tidak sempat untuk berdzikir, tidak sempat baca Al-Qur’an, dan amalan-amalan lainnya pun akan tertinggal.
Maka dari itu, hendaknya kita mewaspadai diri kita. Ketika kita telah disibukkan oleh perkara mubah, sehingga kurang dari amalan-amalan sunnah, maka bisa jadi kita terkena jerat setan. Terlebih lagi bagi kita yang usianya telah di atas 40 tahun. Bagi yang telah mencapai usia 40 tahun maka sudah seharusnya kita kembali kepada Allah ﷻ dengan banyak beramal untuk mempersiapkan diri. Meskipun begitu, kita tidak menyangkal bahwa yang muda pun bisa meninggal lebih dulu dan juga harus menyiapkan bekal yang terbaik.
Jika syaithon tidak berhasil menjerumuskan seseorang untuk sibuk dengan perkara yang mubah, maka syaithon akan membuatnya sibuk dengan amalan yang kurang afdhal (utama) sehingga meninggalkan amalan yang jauh lebih utama.
Bab II. Syaithon dari Golongan Manusia Jauh Lebih Berbahaya
Allah Ta'ala berfirman:
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيٰطِيْنَ الْاِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِيْ بَعْضُهُمْ اِلٰى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا ۗوَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوْهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُوْنَ
"Dan demikianlah untuk setiap nabi Kami menjadikan musuh yang terdiri dari syaithon-syaithon manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan. Dan kalau Robb-mu menghendaki, niscaya mereka tidak akan melakukannya, maka biarkanlah mereka bersama apa (kebohongan) yang mereka ada-adakan." .
Dari ayat di atas, kita dapat mengetahui bahwa syaithon bisa berasal dari golongan manusia dan jin. Mungkin syaithon dari golongan jin tidak akan terlihat oleh mata kita karena bersifat gaib, namun syaithon berupa manusia bisa saja sekarang berada di dekat kita.
Syaithon dari jenis manusia ini lebih sulit untuk diketahui dan dihindari, mungkin mereka tidak akan berpenampilan layaknya syaithon yang menakutkan, namun mungkin saja mereka berpenampilan alim, dan dalamnya ternyata seperti syaithon. Untuk lebih mengetahuinya, berikut ini penjelasannya:
1. Bagi orang yang kurang ilmu keislaman, mudah tertipu dengan syaithon jenis manusia. Menghindari syaithon manusia tidak cukup hanya dengan memohon perlindungan dari Allah, tetapi juga diperlukan memahami dan mengenal langkah-langkah syaithon tersebut.
Hal ini bisa kita lakukan jika kita dengan memperdalam ilmu tentang Al-Quran dan As Sunnah serta mengkaji siroh nabawiyah. Lalu membandingkannya antara perilaku dia dengan akhlak Rasulullah ﷺ dan para Shohabat.
2. Syaithon dari jenis manusia merupakan musuh para nabi. Jika Nabi ﷺ telah dimusuhi setan-setan manusia, apalagi dari umatnya yang keimanannya masih belum stabil, wawasan yang kurang luas, dan tidak dapat jaminan keselamatan aqidah karena tidak mendapat bimbingan langsung dari wahyu ilahi.
3. Kata-kata dari syaithon manusia ini sangat menarik dan menakjubkan. Sebenarnya, semua perkataan mereka sangat membahayakan, menyesatkan yang terlihat kotor, namun mereka mengemasnya dengan kata suci, maka orang sehat sekalipun dapat tertipu daya dan menerimanya.
Syaithon manusia ini tidak hanya harus dijauhi perkataannya, namun juga kita diperintahkan untuk meninggalkan dirinya dan menjauhinya.
Sesuai dengan kandungan ayat di atas, Rosulullah ﷺ juga mengingatkan pada Shohabatnya untuk mewaspadai gangguan dan bahaya syaithon manusia dan jin, berikut haditsnya:
و سيقوم فيهم رجال قلوب الشياطين في جثمان الإنس
"Dan akan ada di kalangan mereka orang-orang berhati syaithon dengan jasad manusia." (HR. Muslim).
Hudzaifah bin Al-Yaman rodhiallahu anhuma berkata:
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
“Dahulu manusia (para Shohabat) bertanya kepada Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan sementara aku biasa bertanya kepada beliau tentang keburukan(kejelekan) karena khawatir/takut kejelekan tersebut menimpaku. Maka aku bertanya, “Wahai Rosulullah, dahulu kami dalam masa jahiliyah dan keburukan, lantas Allah datang dengan membawa kebaikan ini, maka apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan lagi?” Nabi menjawab, “Ya.” Saya bertanya, “Apakah sesudah keburukan itu akan ada kebaikan lagi?” Beliau menjawab, “Ya, tapi ketika itu sudah ada Asap” Saya bertanya, “Apa yang anda maksud dengan asap itu?” Beliau menjawab, “Adanya suatu kaum yang memberikan petunjuk dengan selain petunjuk yang aku bawa. Engkau kenal mereka namun pada saat yang sama engkau juga mengingkarinya.”
Saya bertanya, “Adakah setelah kebaikan itu akan ada keburukan lagi?”
Nabi menjawab, “Ya, yaitu adanya dai-dai yang menyeru menuju pintu Jahannam. Siapa yang memenuhi seruan mereka, niscaya mereka akan menghempaskan orang itu ke dalam jahannam.”
Aku bertanya, “Wahai Rosulullah, tolong beritahukanlah kami tentang ciri-ciri mereka!” Nabi menjawab, “Mereka memiliki kulit seperti kulit kita, juga berbicara dengan bahasa kita.”
Saya bertanya, “Lantas apa yang anda perintahkan kepada kami ketika kami menemui hari-hari seperti itu?”
Nabi menjawab, “Hendaklah kamu selalu bersama jamaah kaum muslimin dan imam (pemimpin) mereka!” Aku bertanya, “Kalau pada waktu itu tidak ada jamaah kaum muslimin dan imam bagaimana?”
Nabi menjawab, “Hendaklah kamu jauhi seluruh firqah (kelompok-kelompok) itu, sekalipun kamu menggigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu dalam keadaan kamu tetap seperti itu.” (HR. Al-Bukhari no. 7084 dan Muslim no. 1847)
Dapat diambil kesimpulan, bahwa syaithon dari golongan manusia ternyata lebih berbahaya daripada syaithon dari golongan jin. Syaithon dari golongan jin membisikkan godaannya melalui dada manusia, namun syaithon dari golongan manusia menggoda manusia melalui komunikasi secara langsung menyampaikan kalimat yang menarik dengan tampilan mempesona, mungkin saja menamakan dirinya sebagai orang pintar, dukun, paranormal, dan sebagainya.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk lebih waspada menghadapi bahayanya dan yang lebih bahaya lagi jika tanpa disadari ternyata kita sendiri terlibat di dalamnya atau termasuk golongan syaithon manusia. Na'udzubillah.
Bab III. Pujian Terhadap Kejujuran dan Celaan Terhadap Kedustaan
Allah telah mengabarkan bahwa nanti pada hari Qiyamat tiada yang mampu memberi manfaat kecuali kejujuran dan tiada yang mampu memberi keselamatan kecuali kejujuran sebagaimana firman Allah:
قَالَ اللّٰهُ هٰذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصّٰدِقِيْنَ صِدْقُهُمْ ۗ لَهُمْ جَنّٰتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗرَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
"Allah berfirman, “Inilah saat orang yang shodiq memperoleh manfaat dari kejujurannya. Mereka memperoleh surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. Al Maidah: 119).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا
"Dari Abdullah bin Mas'ud rodhiyaAllahu 'anhu, dia berkata: Rosulullah bersabda, "Berpegang-teguhlah dengan kebiasaan berkata jujur. Sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan. Kebaikan akan mengantarkan ke Jannah. Seseorang yang selalu berkata jujur dia akan ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah kedustaan. Sesungguhnya kedustaan mengantarkan kepada kejahatan. Kejahatan mengantarkan ke neraka. Seseorang yang biasa berdusta, dia akan ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.'' (HR Bukhari-Muslim).
Imam Sya'bi berkata: "Tetaplah kalian di atas kejujuran meskipun terlihat merugikan, maka ketahuilah suatu ketika berguna bagimu. Dan hati-hatilah dari berdusta meskipun terlihat menguntungkan, ketahuilah suatu saat akan merugikan kamu.".
Ibnu Abbas berkata: "Sangat berhak bagi Allah untuk tidak mengangkat derajat pendusta dan tidak memenangkan hujjahnya."
Umar bin Khoththob berkata: "Aku menjadi terhina karena kejujuran lebih kucintai daripada aku naik derajat dengan kedustaan."
Ahli hikmah berkata: "Pendusta tidak akan bisa jaya meskipun mampu meletakkan rembulan di atas kedua tangannya dan orang jujur tidak akan terhina meskipun seluruh orang memusuhinya."
Bab IV. Menepati Janji itu Sifat Seorang Mukmin
Menepati janji itu sifat seorang mukmin. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ ۚ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيمَةُ الْأَنْعَامِ إِلَّا مَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ ۗ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Maidah: 1)
Perjanjian di sini mencakup:
Pertama, perjanjian antara hamba dengan Allah. Bentuknya adalah beribadah kepada Allah dengan sempurna dan tidak mengurangi kewajiban kepada Allah.
Kedua, perjanjian antara hamba dengan Rasul-Nya. Bentuknya adalah dengan mentaati Rasul dan ittiba’ (mengikuti) ajarannya.
Ketiga, perjanjian antara hamba dengan kedua orang tua dan kerabat. Bentuknya adalah dengan berbakti (birrul walidain) dan menjalin hubungan baik (silaturahim), dan tidak sampai memutus hubungan.
Keempat, perjanjian hamba dengan sahabatnya. Bentuknya adalah dengan memenuhi hak persahabatan ketika berkecukupan dan fakir, ketika senang dan susah.
Kelima, perjanjian hamba dengan sesama. Bentuknya adalah memenuhi perjanjian muamalat seperti jual beli dan sewa menyewa, juga akad tabarru’at (akad sosial, tanpa cari keuntungan) seperti hadiah.
Keenam, perjanjian antara sesama muslim karena kita bersaudara. Bentuknya adalah saling tolong menolong dalam kebaikan, saling mencintai, dan tidak memutuskan hubungan sesama.
Ini semua termasuk dalam akad yang diperintahkan oleh Allah untuk dipenuhi. (Lihat Tafsir As-Sa’di, hlm. 217-218).
Bab V. Persahabatan yang Sejati dan Haqiqi
Sungguh bersahabat dengan orang-orang yang sholih adalah nikmat yang sangat besar. Umar bin Khothob berkata:
ما أعطي العبد بعد الإسلام نعمة خيراً من أخ صالح فإذا وجد أحدكم وداً من أخيه فليتمسك به
“Tidaklah seseorang diberikan kenikmatan setelah Islam, yang lebih baik daripada kenikmatan memiliki saudara (semuslim) yang saleh. Apabila engkau dapati salah seorang sahabat yang saleh maka pegang lah erat-erat.” (Quutul Qulub 2/17).
Sangat banyak keuntungan memiliki sahabat yang sholih diantaranya:
1. Sahabat yang sholih akan selalu membenarkan dan menasehati kita apabila salah. Inilah sahabat yang sesungguhnya, bukan hanya sahabat saat bersenang-senang saja atau sahabat yang memuji karena basa-basi saja. Sebuah ungkapan arab berbunyi:
ﺻﺪﻳﻘﻚ ﻣﻦ ﺻﺪﻗﻚ ﻻ ﻣﻦ ﺻﺪﻗﻚ
“Shadiqaka man shadaqaka laa man shaddaqaka”
“Sahabat sejati-mu adalah yang senantiasa jujur (kalau salah diingatkan), bukan yang senantiasa membenarkanmu”
2. Sahabat yang sholih juga akan selalu mendoakan sahabatnya.
Aabila ia mendoakan sahabatnya, sedangkan sahabatnya tidak mengetahui, maka malaikat juga meng-amin-kan doa tersebut sambil mendoakan bagi yang berdoa tadi, artinya orang yang mendoakan juga mendapatkan apa yang ia doakan kepada saudaranya. Rosulullah ﷺ bersabda:
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
"Sesungguhnya doa seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah doa yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendoakan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan doanya. Tatkala dia mendoakan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: Aamiin. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.” (HR. Muslim, no. 2733).
3. Sifat seseorang dan kesholihan itu “menular”, dengan berkumpul bersama orang sholih, maka kita juga akan menjadi sholih dengan izin Allah. Sebagaimana dalam hadits berikut:
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَثَلُ الجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ، كَحَامِلِ المِسْكِ وَنَافِخِ الكِيرِ، فَحَامِلُ المِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً “
“Perumpamaan kawan yang baik dan kawan yang buruk seperti seorang penjual minyak wangi dan seorang peniup alat untuk menyalakan api (pandai besi). Adapun penjual minyak wangi, mungkin dia akan memberikan hadiah kepadamu, atau engkau membeli darinya, atau engkau mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, mungkin dia akan membakar pakaianmu, atau engkau mendapatkan bau yang buruk”. ( HR. Bukhari dan Muslim).
4. Persahabatan dengan orang yang sholih akan berlanjut sampai Jannah dan akan kekal selamanya.
Tentu ini kenikmatan yang sangat besar, karena antara sahabat dekat pasti tidak ingin berpisah dengan sahabat lainnya. Persahabatan sementara di dunia kemudian dipisahkan dengan kematian begitu saja, tentu bukan akhir yang indah.
Salah satu dalil bahwa akan ada persahabatan di hari kiamat akan berlanjut bahwa orang yang saling mencintai (termasuk para sahabat) akan dikumpulkan bersama di hari kiamat.
Rosulullah ﷺ bersabda:
الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ
“Setiap orang akan dikumpulkan bersama orang yang ia cintai." (HR. Bukhari, no. 6170; Muslim, no. 2640).
5. Allah Ta’ala memberikan keutaamaan kepada seseorang untuk memberikan syafaat kepada sahabatnya yang lain, agar mereka bisa sama-sama masuk Jannah dan berkumpul kembali.
Hasan Al- Bashri berkata:
استكثروا من الأصدقاء المؤمنين فإن لهم شفاعة يوم القيامة
”Perbanyaklah berteman dengan orang-orang yang beriman. Karena mereka memiliki syafaat pada hari qiyamat.” (Ma’alimut Tanzil 4/268).
Rosulullah ﷺ bersabda tentang syafaat antara sahabat di hari kiamat:
حتى إذا خلص المؤمنون من النار، فوالذي نفسي بيده، ما منكم من أحد بأشد مناشدة لله في استقصاء الحق من المؤمنين لله يوم القيامة لإخوانهم الذين في النار، يقولون: ربنا كانوا يصومون معنا ويصلون ويحجون، فيقال لهم: أخرجوا من عرفتم، فتحرم صورهم على النار، فيخرجون خلقا كثيرا قد أخذت النار إلى نصف ساقيه، وإلى ركبتيه، ثم يقولون: ربنا ما بقي فيها أحد ممن أمرتنا به، فيقول: ارجعوا فمن وجدتم في قلبه مثقال دينار من خير فأخرجوه، فيخرجون خلقا كثيرا، ثم يقولون: ربنا لم نذر فيها أحدا ممن أمرتنا…
“Setelah orang-orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah untuk memperjuangkan hak untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat. Mereka memohon: Wahai Tuhan kami, mereka itu (yang tinggal di neraka) pernah berpuasa bersama kami, shalat, dan juga haji.
Dijawab: ”Keluarkan (dari neraka) orang-orang yang kalian kenal.” Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka.
Para mukminin inipun mengeluarkan banyak saudarannya yang telah dibakar di neraka, ada yang dibakar sampai betisnya dan ada yang sampai lututnya.
Kemudian orang mukmin itu lapor kepada Allah, ”Ya Robb kami, orang yang Engkau perintahkan untuk dientaskan dari neraka, sudah tidak tersisa.”
Allah berfirman, ”Kembali lagi, keluarkanlah yang masih memiliki iman seberat dinar.”
Maka dikeluarkanlah orang mukmin banyak sekali yang disiksa di neraka. Kemudian mereka melapor, ”Wahai Robb kami, kami tidak meninggalkan seorangpun orang yang Engkau perintahkan untuk dientas…” (HR. Muslim no. 183).
Bersambung...bagian 2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar