Keutamaan Bulan Sya'ban Dan Malam Nishfu Sya'ban
Mengenai bulan Sya’ban, Nabi ﷺ bersabda :
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An Nasa’i no. 2357. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Amalan yang disunnahkan di bulan Sya’ban adalah banyak-banyak berpuasa. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
“Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah ﷺ berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: ... كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً. (رواه مسلم)
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan, “Nabi ﷺ biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya dan berbuka di bulan Sya’ban hanya sedikit hari saja.” (HR. Imam Muslim).
Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban
Rasulullah ﷺ bersabda :
يَطَّلِعُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَيَغْفِرُ لِـجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ.
“Allah Tabaraka wa Ta’ala melihat kepada makhluk-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (Shahih: Syaikh al-Albani rahimahullah berkata, “Hadits shahih, diriwayatkan dari beberapa orang Shahabat dengan beragam jalan yang saling menguatkan antara satu dengan lainnya.)
Dari Abu Tsa’labah Radhiyallahu anhu, Nabi ﷺ bersabda :
إِذَا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ اطَّلَعَ اللهُ إِلَى خَلْقِهِ فَيَغْفِرُ لِلْمُؤْمِنِيْنَ.
“Apabila sampai malam Nishfu Sya’ban, maka Allah melihat kepada para hamba-Nya di lalu mengampuni orang-orang yang beriman.” (Hasan: HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (V/359, no. 3551) dan Ibnu Abi ‘Ashim (no. 523),dari Abu Tsa’labah al-Khusyani Radhiyallahu anhu. Lihat Shahiihul Jaami’ (no. 771).)
Dari Abu Musa disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
إِنَّ اللهَ لَيَطَّلِعُ فِـيْ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِـجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ.
“Sesungguhnya Allah Ta’ala melihat (kepada makhluk-Nya)di malam Nishfu Sya’ban, dan memberi ampunan bagi orang-orang yang beriman kecuali orang yang musyrik dan orang yang mendengki.” (Hasan: HR. Ibnu Majah (no. 1390), dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu. Lihat Shahiihul Jaami’ (no. 1819).)
Pada Nishfu Sya'ban kesempatan bagi setiap Muslim untuk meraih ridha Allah Ta’ala dan mengharap masuk Jannah, yaitu dengan menghilangkan kedengkian antara dirinya dengan orang lain. Juga berdo’a dan bertaubat dari maksiat dan dosa durhaka kepada kedua orang tua, melalaikan shalat, zhalim terhadap agama Allah, zhalim kepada makhluk, shurah makhluk bernyawa, ghibah, namimah (mengadu domba), mendengarkan musik dan lagu, dan dosa kemaksiatan lainnya.
Catatan Dan Peringatan
Kita tidak boleh membuat syari'at baru tanpa dalil yaitu menetapkan dan mengkhususkan hari tersebut dengan puasa, shalat, kirim doa, ziarah qubur dan semisalnya sebagaimana Rasulullah ﷺ dan para Shahabat Radhiyallahu 'anhum tidak mengkhususkan hari tersebut dengan amalan tertentu.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Bid’ah sendiri didefinisikan oleh Asy Syatibi rahimahullah dalam kitab Al I’tishom,
عِبَارَةٌ عَنْ طَرِيْقَةٍ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا المُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُدِ للهِ سُبْحَانَهُ
“Suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) yang menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.”
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.