Memperbanyak Takbir, Tahlil dan Tahmid Pada 10 Hari Awal Bulan Dzulhijjah Dan Hari Tasyrik
Sunnah yang Hampir Punah
Jika kita perhatikan takbir di sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah ini adalah amalan sunnah yang tak banyak dikerjakan orang. Hampir-hampir tak terdengar orang yang takbiran di hari-hari ini. Kenyataan ini sepatutnya membuat para pecinta Rasulullah ﷺ cemburu dan tergerak untuk menghidupkan serta melestarikan kembali sunnah hampir punah ini.
Allah Ta’ala berfirman :
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
“Dan berdzikirlah dengan menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan.” (QS. Al-Baqoroh : 203)
لِّيَشۡهَدُواْ مَنَٰفِعَ لَهُمۡ وَيَذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ فِيٓ أَيَّامٖ مَّعۡلُومَٰتٍ ...
"Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari ma'lumat (yang telah ditentukan)."(QS. Al Hajj : 28)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan :
وَقَوْلُهُ: ﴿وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ [فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ](٢) عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ﴾ قَالَ شُعْبَةُ [وهُشَيْم](٣) عَنْ [أَبِي بِشْرٍ عَنْ سَعِيدٍ](٤) عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: الْأَيْامُ الْمَعْلُومَاتُ: أَيْامُ الْعَشْرِ، وَعَلَّقَهُ الْبُخَارِيُّ عَنْهُ بِصِيغَةِ الْجَزْمِ بِهِ(٥) . وَيُرْوَى مِثْلُهُ عَنِ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ، وَمُجَاهِدٍ، وَعَطَاءٍ، وَسَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، وَالْحَسَنِ، وَقَتَادَةِ، وَالضَّحَّاكِ، وَعَطَاءٍ الْخُرَاسَانِيِّ، وَإِبْرَاهِيمِ النَّخعي. وَهُوَ مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ، وَالْمَشْهُورُ عَنِ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ.
وَقَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَة، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سُلَيْمَانَ، عَنْ مُسْلِمٍ البَطِين، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: "مَا الْعَمَلُ فِي أَيْامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ" قَالُوا: وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ: "وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ، يَخْرُجُ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ".
وَرَوَاهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ، وَأَبُو دَاوُدَ، وَالتِّرْمِذِيُّ، وَابْنُ مَاجَهْ(٦) . وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ صَحِيحٌ. وَفِي الْبَابِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ، وَأَبِي هُرَيْرَةَ، وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، وَجَابِرٍ.
قُلْتُ: وَقَدْ تَقَصَّيْتُ هَذِهِ الطُّرُقَ، وَأَفْرَدْتُ لَهَا جُزْءًا عَلَى حِدَتِهِ(٧) ، فَمِنْ ذَلِكَ مَا قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّان، أَنْبَأَنَا أَبُو عَوَانة، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "ما مِنْ أَيْامٍ أَعْظَمَ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبَّ إِلَيْهِ العملُ فِيهِنَّ، مِنْ هَذِهِ الْأَيْامِ الْعَشْرِ، فَأَكْثِرُوا فِيهِمْ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ"(٨) وَرُوِيَ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، بِنَحْوِهِ(٩) . وَقَالَ الْبُخَارِيُّ: وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ، وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِي أَيْامِ الْعَشْرِ، فَيُكَبِّرَانِ وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا(١٠) .
وَقَدْ رَوَى أَحْمَدُ عَنْ جَابِرٍ مَرْفُوعًا: إِنَّ هَذَا هُوَ الْعَشْرُ الَّذِي أَقْسَمَ اللَّهُ بِهِ فِي قَوْلِهِ: ﴿وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ﴾ [الْفَجْرِ: ١، ٢](١١) .
وَقَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: إِنَّهُ الْمُرَادُ بِقَوْلِهِ: ﴿وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ﴾ [الْأَعْرَافِ: ١٤٢] .
وَفِي سُنَنِ أَبِي دَاوُدَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ يَصُومُ هَذَا الْعَشْرَ(١٢) .
"Dan firman Allah : {وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ [فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ] عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ} "supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak." (QS. Al-Hajj: 28). Syu'bah dan Hasyim telah meriwayatkan dari Abu Bisyr, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas bahwa hari-hari yang ditentukan ialah hari-hari sepuluh. Imam Bukhari meriwayatkan hadits ini secara ta'liq hanya dengan ungkapan jazm dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy'ari, Mujahid, Qatadah, Ata, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Ad-Dahhak, Ata Al-Khurrasani, Ibrahim An-Nakha'i yang hal ini dijadikan pegangan oleh madzhab Imam Syafii dan pendapat yang terkenal dari Imam Ahmad ibnu Hambal.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَة، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سُلَيْمَانَ، عَنْ مُسْلِمٍ البَطِين، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا الْعَمَلُ فِي أَيْامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ" قَالُوا: وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ: "وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ، يَخْرُجُ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu 'Ar'arah, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sulaiman, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: "Tiada suatu amal perbuatan di hari mana pun yang lebih utama daripada amal pada hari-hari ini.” Mereka bertanya, "Tidak pula berjihad di jalan Allah?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Tidak pula berjihad di jalan Allah, terkecuali seorang lelaki yang mengorbankan jiwa dan hartanya (di jalan Allah) dan yang pulang hanya namanya saja.”
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan hal yang semisal. Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib shahih. Dalam bab ini terdapat pula riwayat lain dari Ibnu Umar, Abu Hurairah, Abdullah ibnu Amr, dan Jabir.
Saya telah meneliti jalur-jalur riwayat tersebut dan membahasnya secara khusus dalam satu juz (bendel), antara lain ialah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا عَفَّان، أَنْبَأَنَا أَبُو عَوَانة، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "ما مِنْ أَيْامٍ أَعْظَمَ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبَّ إِلَيْهِ العملُ فِيهِنَّ، مِنْ هَذِهِ الْأَيْامِ الْعَشْرِ، فَأَكْثِرُوا فِيهِمْ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ"
" Telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: "Tiada suatu hari pun yang lebih besar di sisi Allah, dan yang lebih disukai untuk dilakukan amal di dalamnya selain hari-hari yang sepuluh ini. Maka perbanyaklah oleh kalian di hari-hari ini membaca tahlil, takbir, dan tahmid."
Imam Ahmad telah meriwayatkan pula melalui jalur lain, dari Mujahid dari Ibnu Umar dengan lafaz yang semisal.
Imam Bukhari mengatakan, bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar menuju pasar di hari-hari sepuluh (dari bulan Zul Hijjah) ini, maka keduanya bertakbir dan orang-orang yang ada di pasar ikut bertakbir bersama takbir keduanya.
Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui Jabir secara marfu' bahwa sepuluh hari inilah yang disebutkan oleh Allah dalam sumpah-Nya melalui firman-Nya:
{وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ}
Demi fajar dan malam-malam yang sepuluh. (Al-Fajr: 1-2)
Sebagian ulama Salaf mengatakan, sesungguhnya hari-hari tersebut adalah hari-hari yang dimaksudkan oleh Allah dalam firman-Nya: {وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ} "dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh malam (lagi)."(Al-A'raf: 142)
Di dalam kitab Sunan Imam Abu Daud disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ melakukan puasa di hari-hari sepuluh ini." (lihat Tafsir Ibnu Katsir QS. Al Hajj : 28).
Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan :
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: " وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ: أَيَّامُ العَشْرِ، وَالأَيَّامُ المَعْدُودَاتُ: أَيَّامُ التَّشْرِيقِ " وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ، وَأَبُو هُرَيْرَةَ: «يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِي أَيَّامِ العَشْرِ يُكَبِّرَانِ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا» وَكَبَّرَ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ خَلْفَ النَّافِلَةِ. (نام کتاب : صحيح البخاري نویسنده : البخاري جلد : 2 صفحه : 20 بَابُ فَضْلِ العَمَلِ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ)
"Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang ditentukan yaitu 10 hari pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah." (HR Al Bukhari).
Takbir yang dimaksudkan dalam penjelasan di atas adalah sifatnya muthlaq, artinya tidak dikaitkan pada waktu dan tempat tertentu. Jadi boleh dilakukan di pasar, masjid, dan saat berjalan. Takbir tersebut dilakukan dengan mengeraskan suara khusus bagi laki-laki.
Sedangkan ada juga takbir yang sifatnya muqoyyad, artinya dikaitkan dengan waktu tertentu yaitu dilakukan setelah shalat wajib berjama’ah. Takbir muqoyyad bagi orang yang tidak berhaji dilakukan mulai dari shalat Shubuh pada hari ‘Arofah (9 Dzulhijah) hingga waktu ‘Ashar pada hari tasyriq yang terakhir. Adapun bagi orang yang berhaji dimulai dari shalat Dhuhur hari Nahr (10 Dzulhijah) hingga hari tasyriq yang terakhir.
Kemudian pada Hari Tasyriq juga dianjurkan memperbanyak do’a. Allah Ta’ala berfirman :
فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ, وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” [Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka].” (QS. Al Baqarah: 200-201)
Dari ayat ini kebanyakan ulama salaf menganjurkan membaca do’a “Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” di hari-hari tasyriq. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh ‘Ikrimah dan ‘Atho’.
Amalan akan semakin besar pahalanya, jika kita mengerjakannya di saat orang-orang meninggalkannya. Nabi ﷺ memotivasi kita,
من أحيا سنة من سنتي قد أميتت بعدي فإن له من الأجر مثل من عمل بها من غير أن ينقص من أجورهم شيئاً
“Siapa yang menghidupkan diantara sunnahku yang telah punah setelahku. Maka baginya pahala setiap orang yang mengamalkan tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.” (HR. At Tirmidzi)
Lafadz Takbiran
Tidak terdapat riwayat lafadz takbiran tertentu dari Nabi ﷺ. Hanya saja ada beberapa riwayat dari beberapa sahabat yang mencontohkan lafadz takbiran. Diantara riwayat tersebut adalah:
☆ Pertama :
الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، لاَ إِلهَ إِلاَّ الله ، وَ الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، و للهِ الحَمدُ
"Allahu akbar 2x, Laa-ilaa ha illallah wallahu Akbar, Allahu akbar walillahil hamd."
(Allah Maha Besar Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan untuk Allah segala pujian..)
Lafazh takbir ini diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf; dinilai sahih oleh Al-Albani)
☆ Kedua :
الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، لاَ إِلهَ إِلاَّ الله ، وَ الله ُأَكبَرُ ، و للهِ الحَمدُ
"Allahu akbar 3x, Laa-ilaa ha illallah wallahu Akbar, walillahil hamd."
(Allah Maha Besar Allah Maha Besar Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Maha Besar dan untuk Allah segala pujian“.
Lafazh ini juga diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. (HR. Ibnu Abi Syaibah)
☆ Ketiga :
الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، و للهِ الحَمدُ ، الله ُأَكبَرُ و أَجَلُّ ، الله ُأَكبَرُ عَلَى مَا هَدَانَا
"Allahu akbar 3x, walillahil hamd, Allahu akbar wa ajal, Allahu Akbar maa hadaana.."
(Allah Maha Besar Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan bagi Allah lah segala pujian, Allah Maha Besar dan Maha Mulia, Allah Maha Besar atas petunjuk yang diberikannya pada kita..)
Takbir ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu. (HR. Al Baihaqi, dalam As-Sunan Al-Kubra; dinilai shahih oleh Al-Albani)
☆ Keempat :
الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ كَبِيراً
"Allahu akbar Allahu Akbar, Allahu akbar Kabiiro.."
Lafazh ini diriwayatkan dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu. (HR. Abdur Razaq; sanadnya dinilai shahih oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar)
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.
Tidak terdapat riwayat lafadz takbiran tertentu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hanya saja ada beberapa riwayat dari beberapa sahabat yang mencontohkan lafadz takbiran. Diantara riwayat tersebut adalah:
☆ Pertama :
الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، لاَ إِلهَ إِلاَّ الله ، وَ الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، و للهِ الحَمدُ
"Allahu akbar 2x, Laa-ilaa ha illallah wallahu Akbar, Allahu akbar walillahil hamd."
(Allah Maha Besar Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan untuk Allah segala pujian..)
Lafazh takbir ini diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf; dinilai sahih oleh Al-Albani)
☆ Kedua :
الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، لاَ إِلهَ إِلاَّ الله ، وَ الله ُأَكبَرُ ، و للهِ الحَمدُ
"Allahu akbar 3x, Laa-ilaa ha illallah wallahu Akbar, walillahil hamd."
(Allah Maha Besar Allah Maha Besar Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Maha Besar dan untuk Allah segala pujian“.
Lafalzh ini juga diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. (HR. Ibnu Abi Syaibah)
☆ Ketiga :
الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، و للهِ الحَمدُ ، الله ُأَكبَرُ و أَجَلُّ ، الله ُأَكبَرُ عَلَى مَا هَدَانَا
"Allahuakbar 3x, walillahil hamd, Allahu akbar wa ajal, Allahu Akbar maa hadaana.."
(Allah Maha Besar Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan bagi Allah lah segala pujian, Allah Maha Besar dan Maha Mulia, Allah Maha Besar atas petunjuk yang diberikannya pada kita..)
Takbir ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu. (HR. Al Baihaqi, dalam As-Sunan Al-Kubra; dinilai shahih oleh Al-Albani)
☆ Keempat :
الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ كَبِيراً
"Allahu akbar Allahu Akbar, Allahu akbar Kabiiro.."
Lafazh ini diriwayatkan dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu. (HR. Abdur Razaq; sanadnya dinilai shahih oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar)
Kebiasaan Yang Menyelisihi Sunnah Ketika Takbiran
Ada beberapa kebiasaan yang menyelisihi Sunnah ketika takbiran diantaranya :
(1) Takbir Dengan Cara Berjamaah Dan Dipimpin
Takbir yang sunnah itu dilakukan sendiri-sendiri dan tidak dikomando. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Anas bin Malik bahwa para sahabat ketika bersama nabi pada saat bertakbir, ada yang sedang membaca Allahu akbar, ada yang sedang membaca laa ilaaha illa Allah, dan satu sama lain tidak saling menyalahkan… (lihat Musnad Imam Syafi’i 909)
Riwayat ini menunjukkan bahwa takbirnya para shahabat tidak seragam. Karena mereka bertakbir sendiri-sendiri dan tidak berjamaah.
(2) Takbir Dengan Menggunakan Pengeras Suara
Perlu dipahami bahwa cara melakukan takbiran tidak sama dengan cara melaksanakan adzan. Dalam syariat adzan, seseorang dianjurkan untuk melantangkan suaranya sekeras mungkin. Oleh karena itu, para juru adzan di zaman Nabi ﷺ seperti Bilal, dan Abdullah bin Umi Maktum ketika hendak adzan mereka naik, mencari tempat yang tinggi di luar masjid. Tujuannya adalah agar adzan didengar oleh banyak orang. Namun ketika melakukan takbir hari raya, tidak terdapat satupun riwayat bahwa Bilal naik mencari tempat yang tinggi dalam rangka melakukan takbiran. Akan tetapi, beliau melakukan takbiran di bawah dengan suara keras yang hanya didengar oleh beberapa orang di sekelilingnya saja. Oleh karena itu, sebaiknya melakukan takbir hari raya tidak sebagaimana adzan. Karena dua syariat ini adalah syariat yang berbeda.
(3) Hanya Bertakbir Setiap Selesai Shalat Berjamaah
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa takbiran itu ada dua. Ada yang terikat waktu dan ada yang sifatnya mutlak (tidak terikat waktu). Untuk takbiran yang mutlak sebaiknya tidak dilaksanakan setiap selesai shalat fardlu saja. Tetapi yang sunnah dilakukan setiap saat, kapan saja dan di mana saja.
(4) Tidak Bertakbir Ketika Menuju Tempat Sholat
Sebagaimana riwayat yang telah disebutkan bahwa disunnahkan membaca takbir ketika menuju tempat sholat. Namun sayang sunnah ini hampir hilang, mengingat banyaknya orang yang meninggalkannya.
(5) Takbiran Diiringi Musik Dan Kemaksiatan Lainnya
Ini termasuk kesalahan yang sangat fatal yaitu mengumandangkan kalimat takbir dengan cara-cara yang penuh dengan kemaksiatan seperti diiringi musik, bercampurnya laki-laki dan wanita serta berjoget-joget dan kemungkaran lainnya. Laa haula wa laa quwata illa billah..
Minggu, 25 Juni 2023
Memperbanyak Takbir, Tahlil dan Tahmid Pada 10 Hari Awal Bulan Dzulhijjah Dan Hari Tasyriq
Jumat, 16 Juni 2023
Sedekah Bumi, Laut, Langit, Gunung, Pohon, Danau, Sumur, Batu, Sedekah Untuk Ratu Jin Dan Semisal Termasuk Sedekah Syirik (Menyekutukan Allah)
Sedekah Bumi, Laut, Langit, Gunung, Pohon, Danau, Sumur, Batu, Sedekah Untuk Ratu Jin Dan Semisal Termasuk Sedekah Syirik (Menyekutukan Allah)
https://alhazimtanjung.blogspot.com/2023/06/sedekah-bumi-laut-langit-gunung-pohon.html?m=1
Allah Ta'ala berfirman :
وَجَعَلُوْا لِلّٰهِ مِمَّا ذَرَاَ مِنَ الْحَرْثِ وَالْاَنْعَامِ نَصِيْبًا فَقَالُوْا هٰذَا لِلّٰهِ بِزَعْمِهِمْ وَهٰذَا لِشُرَكَاۤىِٕنَاۚ فَمَا كَانَ لِشُرَكَاۤىِٕهِمْ فَلَا يَصِلُ اِلَى اللّٰهِ ۚوَمَا كَانَ لِلّٰهِ فَهُوَ يَصِلُ اِلٰى شُرَكَاۤىِٕهِمْۗ سَاۤءَ مَا يَحْكُمُوْنَ
"Dan mereka menyediakan sebagian hasil tanaman dan hewan (bagian) untuk Allah sambil berkata menurut persangkaan mereka, “Ini untuk Allah dan yang ini untuk syuraka' (sekutu/berhala-berhala) kami.” Bagian yang untuk syuraka' (sekutu/berhala-berhala) mereka tidak akan sampai kepada Allah, dan bagian yang untuk Allah akan sampai kepada syuraka' (sekutu/berhala-berhala) mereka. Sangat buruk ketetapan mereka itu." (QS. Al An'am : 136)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan :
﴿وَجَعَلُوا۟ لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ ٱلۡحَرۡثِ وَٱلۡأَنۡعَـٰمِ نَصِیبࣰا فَقَالُوا۟ هَـٰذَا لِلَّهِ بِزَعۡمِهِمۡ وَهَـٰذَا لِشُرَكَاۤىِٕنَاۖ فَمَا كَانَ لِشُرَكَاۤىِٕهِمۡ فَلَا یَصِلُ إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَا كَانَ لِلَّهِ فَهُوَ یَصِلُ إِلَىٰ شُرَكَاۤىِٕهِمۡۗ سَاۤءَ مَا یَحۡكُمُونَ﴾ [الأنعام ١٣٦]
هَذَا ذَمٌّ وَتَوْبِيخٌ مِنَ اللَّهِ لِلْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ ابْتَدَعُوا بِدَعًا وَكُفْرًا وَشِرْكًا، وَجَعَلُوا لِلَّهِ جُزْءًا مِنْ خَلْقِهِ، وَهُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ؛ وَلِهَذَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وَجَعَلُوا لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ﴾ أَيْ: مِمَّا خَلَقَ وَبَرَأَ ﴿مِنَ الْحَرْثِ﴾ أَيْ: مِنَ الزُّرُوعِ وَالثِّمَارِ ﴿وَالأنْعَامِ نَصِيبًا﴾ أَيْ: جُزْءًا وَقَسْمًا، ﴿فَقَالُوا هَذَا لِلَّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَائِنَا﴾ * * *
وَقَوْلُهُ: ﴿فَمَا كَانَ لِشُرَكَائِهِمْ فَلا يَصِلُ إِلَى اللَّهِ وَمَا كَانَ لِلَّهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَائِهِمْ﴾ قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ، والعَوْفي، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّهُ قَالَ فِي(١) تَفْسِيرِ هَذِهِ الْآيَةِ: إِنَّ أَعْدَاءَ اللَّهِ كَانُوا إِذَا حَرَثُوا حَرْثًا، أَوْ كَانَتْ لَهُمْ ثَمَرَةٌ، جَعَلُوا لِلَّهِ مِنْهُ جُزْءًا وَلِلْوَثَنِ جُزْءًا، فَمَا كَانَ مِنْ حَرْثٍ أَوْ ثَمَرَةٍ أَوْ شَيْءٍ مِنْ نَصِيبِ الْأَوْثَانِ حَفَظُوهُ وَأَحْصَوْهُ. وَإِنْ سَقَطَ مِنْهُ شَيْءٌ فِيمَا سُمّي لِلصَّمَدِ رَدُّوهُ إِلَى مَا جَعَلُوهُ لِلْوَثَنِ. وَإِنْ سَبَقَهُمُ الْمَاءُ الَّذِي جَعَلُوهُ لِلْوَثَنِ. فَسَقَى شَيْئًا جَعَلُوهُ لِلَّهِ جَعَلُوا ذَلِكَ لِلْوَثَنِ. وَإِنْ سَقَطَ شَيْءٌ مِنَ الْحَرْثِ وَالثَّمَرَةِ الَّذِي جَعَلُوهُ لِلَّهِ، فَاخْتَلَطَ بِالَّذِي جَعَلُوهُ لِلْوَثَنِ، قَالُوا: هَذَا فَقِيرٌ. وَلَمْ يَرُدُّوهُ إِلَى مَا جَعَلُوهُ لِلَّهِ. وَإِنْ سَبَقَهُمُ الْمَاءُ الَّذِي جَعَلُوهُ لِلَّهِ. فَسَقَى مَا سُمّي لِلْوَثَنِ تَرَكُوهُ لِلْوَثَنِ، وَكَانُوا يُحَرِّمُونَ مِنْ أَمْوَالِهِمُ الْبَحِيرَةَ وَالسَّائِبَةَ وَالْوَصِيلَةَ وَالْحَامَ، فَيَجْعَلُونَهُ لِلْأَوْثَانِ، وَيَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ يُحَرِّمُونَهُ لِلَّهِ، فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ(٢) ﴿وَجَعَلُوا لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَالأنْعَامِ نَصِيبًا﴾ الْآيَةَ.
وَهَكَذَا قَالَ مُجَاهِدٌ، وَقَتَادَةُ، وَالسُّدِّيُّ، وَغَيْرُ وَاحِدٍ.
وَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ فِي تَفْسِيرِهِ: كُلُّ شَيْءٍ جَعَلُوهُ لِلَّهِ مِنْ ذبْح يَذْبَحُونَهُ، لَا يَأْكُلُونَهُ أَبَدًا حَتَّى يَذْكُرُوا مَعَهُ أَسْمَاءَ الْآلِهَةِ. وَمَا كَانَ لِلْآلِهَةِ لَمْ يَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ مَعَهُ، وَقَرَأَ الْآيَةَ حَتَّى بَلَغَ: ﴿سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ﴾ أَيْ: سَاءَ مَا يُقَسِّمُونَ، فَإِنَّهُمْ أخطؤوا أَوَّلًا فِي الْقِسْمَةِ، فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى هُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيكُهُ وَخَالِقُهُ، وَلَهُ الْمُلْكُ، وَكُلُّ شَيْءٍ لَهُ وَفِي تَصَرُّفِهِ وَتَحْتَ قُدْرَتِهِ وَمَشِيئَتِهِ، لَا إِلَهَ غَيْرُهُ، وَلَا رَبَّ سِوَاهُ. ثُمَّ لَمَّا قَسَّمُوا فِيمَا زَعَمُوا لَمْ يَحْفَظُوا الْقِسْمَةَ الَّتِي هِيَ فَاسِدَةٌ، بَلْ جَارُوا فِيهَا، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ الْبَنَاتِ سُبْحَانَهُ وَلَهُمْ مَا يَشْتَهُونَ﴾ [النَّحْلِ: ٥٧] ، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَجَعَلُوا لَهُ مِنْ عِبَادِهِ جُزْءًا إِنَّ الإنْسَانَ لَكَفُورٌ مُبِينٌ﴾ [الزُّخْرُفِ: ١٥] ، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى * تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى﴾ [النَّجْمِ: ٢١، ٢٢] .
(١) في م: "لي". (٢) في أ: "تعالى".
وَجَعَلُوا لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَالْأَنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُوا هَذَا لِلَّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَائِنَا فَمَا كَانَ لِشُرَكَائِهِمْ فَلَا يَصِلُ إِلَى اللَّهِ وَمَا كَانَ لِلَّهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَائِهِمْ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (136)
"Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka, "Ini untuk Allah dan ini untuk syuraka' (sekutu/berhala-berhala) kami.” Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu." (QS. Al An'am : 136)
Makna ayat ini mengandung celaan dan cemoohan Allah terhadap orang-orang musyrik yang telah banyak membuat-buat bid'ah, kekufuran, dan kemusyrikan. Yaitu mereka menjadikan bagi Allah sekutu dan bagian dari makhluk-Nya, padahal Dia adalah Pencipta segala sesuatu; Mahasuci Allah lagi Mahatinggi. Disebutkan melalui firman-Nya : {وَجَعَلُوا لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ} "Dan mereka memperuntukkan bagi Allah dari apa yang telah diciptakannya." (Al-An'am: 136). Yakni dari apa yang telah dijadikan dan diadakan oleh-Nya. {مِنَ الْحَرْثِ}"berupa tanaman."(Al-An'am: 136). Maksudnya, dari hasil tanaman dan buah-buahan. {وَالأنْعَامِ نَصِيبًا}"dan ternak suatu bagian." (Al-An'am: 136). Yaitu suatu bagian tertentu. {فَقَالُوا هَذَا لِلَّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَائِنَا}"lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka, "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami.” (Al-An'am: 136)
Adapun firman Allah Ta'ala :
{فَمَا كَانَ لِشُرَكَائِهِمْ فَلا يَصِلُ إِلَى اللَّهِ وَمَا كَانَ لِلَّهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَائِهِمْ}
Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka (Al-An'am: 136)
Ali ibnu Abu Thalhah dan Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini sebagai berikut : Sesungguhnya musuh-musuh Allah apabila menanam tanaman, lalu mereka menghasilkan buahnya dari tanaman mereka itu, maka mereka menjadikan bagi Allah dari hasil itu suatu bagian tertentu dan bagi berhala sembahan mereka satu bagian lainnya. Kemudian hasil tanaman atau buah-buahan atau sesuatu lainnya yang menjadi bagian berhala-berhala mereka itu mereka simpan dan mereka hitung-hitung. Jika ada sesuatu darinya yang terjatuh, yang menurut peristilahan mereka disebut untuk samad, maka mereka mengembalikannya kepada bagian yang diperuntukkan bagi berhala. Apabila mereka kedahuluan oleh air yang sedianya mereka akan gunakan untuk mengairi bagian untuk berhala, lalu air itu mengairi sesuatu dari bagian yang diperuntukkan buat Allah, maka mereka menjadikannya untuk berhala. Jika ada sesuatu yang gugur dari hasil tanaman dan buah-buahan yang mereka jadikan untuk Allah, hingga bercampur baur dengan bagian yang diperuntukkan buat berhala, maka mereka mengatakan, "Ini miskin," lalu mereka tidak mengembalikannya kepada bagian yang diperuntukkan buat Allah. Apabila mereka kedahuluan oleh air yang sedianya mereka akan menggunakannya buat mengairi bagian Allah, lalu air itu mengairi bagian yang diperuntukkan buat berhala, maka mereka membiarkannya untuk berhala mereka. Mereka mengharamkan sebagian dari harta (ternak) mereka yang disebutkan oleh peristilahan mereka dengan nama bahirah, saibah, wasilah, dan ham. Mereka memperuntukkan hal tersebut bagi berhala-berhala mereka, dengan dugaan bahwa mereka mengharamkannya sebagai amal pendekatan diri kepada Allah. Maka Allah Ta'ala berfirman: "Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah." (Al-An'am: 136), hingga akhir ayat.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa segala sesuatu yang mereka peruntukkan bagi Allah berupa sembelihan yang mereka sembelih, mereka tidak memakannya selama-lamanya kecuali jika mereka menyebutkan beserta sebutan-Nya nama berhala-berhala mereka (saat menyembelihnya). Sedangkan hewan yang mereka sembelih untuk berhala-berhala mereka, mereka sama sekali tidak mau menyebut nama Allah bersama nama berhala mereka. Lalu Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam membacakan ayat ini sampai dengan firman-Nya: Amatlah buruk ketetapan mereka. (QS. Al-An'am: 136)
Maksudnya, amat buruklah apa yang mereka bagikan itu, karena sesungguhnya mereka pada dasarnya telah membuat kekeliruan dalam pembagian. Karena Allah Ta'ala adalah Tuhan segala sesuatu dan Yang memilikinya serta Yang menciptakannya; hanya milik-Nyalah semuanya itu, Dialah Raja. Segala sesuatu berada dalam pengaturan-Nya dan tunduk pada kekuasaan serta kehendak-Nya, tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb (Pemilik) selain Dia. Dan manakala mereka melakukan pembagian, kerusakanlah yang dilakukannya, karena menurut hawa nafsu mereka sendiri mereka tidak adil, bahkan berbuat aniaya dan melampaui batas dalam pembagian tersebut. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Ta'ala dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ الْبَنَاتِ سُبْحَانَهُ وَلَهُمْ مَا يَشْتَهُونَ}
Dan mereka memperuntukkan bagi Allah anak-anak perempuan. Mahasuci Allah, sedangkan untuk mereka sendiri apa yang mereka sukai (yaitu anak laki-laki). (An-Nahl: 57)
{وَجَعَلُوا لَهُ مِنْ عِبَادِهِ جُزْءًا إِنَّ الإنْسَانَ لَكَفُورٌ مُبِينٌ}
Dan mereka menjadikan sebagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bagian dari-Nya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap rahmat Allah). (Az-Zukhruf: 15)
{أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى * تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى}
Apakah (patut) untuk kalian (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? (An-Najm: 21) Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. (An-Najm: 22)
Dari uraian di atas bisa kita simpulkan bahwa segala bentuk sesaji (persembahan) baik berupa makanan atau sembelihan yang diperuntukkan selain Allah (syuraka'/sekutu/berhala seperti sedekah bumi, gunung, laut, sumur, danau, pohon besar, langit dan semisal ataupun dipersembahkan untuk ratu jin dsb) itu semua termasuk kesyirikan. Walau pelakunya mengatakan itu semua sebagai wujud syukur kepada Allah, maka hal itu insya Allah tidak bisa merubah dari hakekat kesyirikan. Laa haula wa laa quwwata illa billah..
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين
Kamis, 15 Juni 2023
Bersyukur Kepada Allah Vs Sesajen, Sedekah Bumi, Sedekah Gunung Dan Laut
Bersyukur Kepada Allah Vs Sesajen, Sedekah Bumi, Sedekah Gunung Dan Laut
https://alhazimtanjung.blogspot.com/2023/06/bersyukur-kepada-allah-vs-sesajen.html?m=1
Agama Islam Telah Sempurna
Agama Islam sudah sempurna, tidak boleh ditambah dan dikurangi. Kewajiban umat Islam adalah ittiba’ (mengikuti ajaran Nabi dan para Shahabat). Allah Ta'ala berfirman :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” (QS. Al-Maa-idah/5: 3)
Rasulullah ﷺ bersabda :
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718). Rasulullah ﷺ juga bersabda :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718). Bahkan Rasulullah ﷺ setiap memulai khuthbah beliau sering mengucapkan :
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad ﷺ. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Muslim no. 867).
Bersyukur Kepada Allah
Allah Ta’ala berfirman :
وَلَقَدْ آَتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Luqman: 12)
فاذكروني أذكركم واشكروا لي ولا تكفرون
“Ingatlah kepada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah ingkar.” (QS. Al Baqarah: 152)
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
"Dan (ingatlah) ketika Rabb-mu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim : 7)
Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan,
الشُّكْرُ يَكُوْنُ بِالقَلْبِ وَاللِّسَانُ وَالجَوَارِحُ وَالحَمْدُ لاَ يَكُوْنُ إِلاَّ بِاللِّسَانِ
“Syukur haruslah dijalani dengan hati, lisan, dan anggota badan. Adapun al-hamdu hanyalah di lisan.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 11:135)
Hakikat syukur menurut Ibnul Qayyim dalam Thariq Al-Hijratain (hlm. 508) adalah,
الثَّنَاءُ عَلَى النِّعَمِ وَمَحَبَّتُهُ وَالعَمَلُ بِطَاعَتِهِ
“Memuji atas nikmat dan mencintai nikmat tersebut, serta memanfaatkan nikmat untuk ketaatan.”
Ibnul Qayyim dalam ‘Uddah Ash-Shabirin wa Dzakhirah Asy-Syakirin (hlm. 187) juga menyebutkan rukun syukur itu ada tiga: (1) Mengakui nikmat itu berasal dari Allah, (2) Memuji Allah atas nikmat tersebut, dan (3) Meminta tolong untuk menggapai rida Allah dengan memanfaatkan nikmat dalam ketaatan.
Cara Bersyukur yang Salah
1. Bersyukur Kepada Selain Allah
Ada sebagian manusia ketika mendapat kenikmatan, mereka mengungkapkan rasa syukur kepada selain Allah, semisal kepada jin yang mengaku penguasa lautan, kepada berhala yang dianggap dewa bumi, dewi Sri, atau kepada sesembahan lain selain Allah. Dan telah kita ketahui bersama bahwa syukur adalah ibadah. Dan ibadah hanya pantas dan layak kita persembahkan kepada Allah semata. Tidak ada sekutu baginya. Allah Ta’ala berfirman :
بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ
“Beribadahlah hanya kepada Allah dan jadilah hamba yang bersyukur.” (QS. Az-Zumar: 66).
(2) Mengada-ngadakan Ritualiasasi Rasa Syukur yang Tidak Diajarkan Islam
Mengungkapkan rasa syukur hendaknya sesuai dengan yang dituntunkan oleh Rasulullah ﷺ, karena syukur termasuk ibadah. Cara beribadah sudah diatur oleh Allah dan disampaikan kepada Nabi-Nya ﷺ, sehingga kita tidak boleh beribadah dengan syari'at yang tidak diajarkan Nabi. Diantara bentuk syukur yang disyari'atkan yaitu dengan menunaikan zakat maal (zakat harta), zakat pertanian ataupun bershadaqoh kepada orang-orang yang berhak menerima shadaqoh. Tidak ada cara ibadah dengan memberikan makanan atau sesaji untuk Allah. Allah tidak butuh diberi makan, tetapi Allah lah yang memberi makan dan rezeki seluruh makhluk. Allah Ta'ala berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُون
“Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepadaku. Tidaklah Aku menginginkan rezeki dari mereka dan Aku tidak mengharapkan mereka memberi makan kepada-Ku” (Adz-Dzaariyaat 56-57)
3. Berbuat Maksiat Kepada Allah
Termasuk juga menghambur-hamburkan harta untuk perkara-perkara yang tidak Allah syari'atkan ataupun berbuat maksiat. Dalam Madarij As-Salikin (1:337), Ibnul Qayyim rahimahullah berkata :
أَنَّ المَعَاصِي كُلَّهَا مِنْ نَوْعِ الكُفْرِ الأَصْغَرِ فَإِنَّهَا ضِدُّ الشُّكْرِ الَّذِي هُوَ العَمَلُ بِالطَّاعَةِ
“Seluruh maksiat termasuk dalam kufur ashghar. Maksiat ini bertolak belakang dengan sikap syukur. Karena bentuk syukur adalah dengan beramal ketaatan.”
Sesajen Untuk Jin, Sedekah Bumi, Pohon, Gunung, Batu, Sumur, Danau Dan Laut Bukan Ajaran Islam
Ritual memberikan sejajen ataupun tumbal berupa makanan tertentu atau sembelihan pada gunung, laut, batu, sumur, danau atau pohon bukanlah ajaran Islam, akan tetapi hal ini masih dilakukan oleh sebagian umat Islam atau orang yang mengklaim beragama Islam. Yang menjadi masalah utama bahwa ritual seperti ini adalah kesyirikan yang merupakan larangan terbesar dalam Islam. Kesyirikan yang melanggar hak Rabb kita dan bisa mendatangkan kemurkaan Allah.
Allah telah menegaskan dalam Al-Quran bahwa ibadah dan memberikan qurban hanya kepada Allah saja. Allah berfirman :
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku (kurbanku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).’” (Qs. al-An’aam: 162-163).
Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini bahwa termasuk orang musyrik yang menyembelih kepada selain Allah, beliau berkata:
يأمره تعالى أن يخبر المشركين الذين يعبدون غير الله ويذبحون لغير اسمه ، أنه مخالف لهم في ذلك
“Allah memberintahkan Nabi ﷺ agar memberi tahu kepada orang-orang musyrik yang menyembah kepada selain Allah dan menyembelih dengan tidak menyebut nama Allah bahwa Nabi ﷺ menyelisihi mereka (tidak sesuai dengan ajaran Islam).” (Tafsir Ibnu Katsir)
Semisal dengan hal ini yaitu menyembelih untuk selain Allah dengan menyebutkan nama pengunggu gunung atau penunggu laut kemudian kepala kerbau tersebut ditaruh di gunung, ditanam atau dihanyutkan ke laut. Memberikan qurban seperti sesajen atau sembelihan merupakan jenis ibadah. Hal ini hanya hak Allah semata dan hanya ditujukan kepada Allah saja.
Ada sebuah hadits yang menunjukkan seseorang bisa masuk neraka hanya karena berqurban dengan seekor lalat saja. Padahal lalat itu ungkapan seseuatu yang sangat tidak berharga. Maka bagaimana apabila qurban dengan yang jauh lebih berharga dari lalat seperti sapi atau kerbau? Rasulullah ﷺ bersabda :
ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻓِﻲْ ﺫُﺑَﺎﺏٍ , ﻭَﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻓِﻲْ ﺫُﺑَﺎﺏٍ، ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ : ﻭَﻛَﻴْﻒَ ﺫَﻟِﻚَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﻣَﺮَّ ﺭَﺟُﻼَﻥِ ﻋَﻠَﻰ ﻗَﻮْﻡٍ ﻟَﻬُﻢْ ﺻَﻨَﻢٌ ﻻَ ﻳَﺠُﻮْﺯُﻩُ ﺃَﺣَﺪٌ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻘَﺮِّﺏَ ﻟَﻪُ ﺷَﻴْﺌًﺎ، ﻓَﻘَﺎﻟُﻮْﺍ ﻷَﺣَﺪِﻫِﻤَﺎ : ﻗَﺮِّﺏْ، ﻗَﺎﻝَ : ﻟَﻴْﺲَ ﻋِﻨْﺪِﻱْ ﺷَﻲْﺀٌ ﺃُﻗَﺮِّﺏُ، ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ﻟَﻪُ : ﻗَﺮِّﺏْ ﻭَﻟَﻮْ ﺫُﺑَﺎﺑًﺎ، ﻓَﻘَﺮَّﺏَ ﺫُﺑَﺎﺑًﺎ ﻓَﺨَﻠُّﻮْﺍ ﺳَﺒِﻴْﻠَﻪُ ﻓَﺪَﺧَﻞَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭَ، ﻭَﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ﻟِﻶﺧَﺮِ : ﻗَﺮِّﺏْ، ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻣَﺎ ﻛُﻨْﺖُ ﻷُﻗَﺮِّﺏَ ﻷﺣَﺪٍ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﺩُﻭْﻥَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻓَﻀَﺮَﺑُﻮْﺍ ﻋُﻨُﻘَﻪُ ﻓَﺪَﺧَﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ
“Ada seseorang yang masuk surga karena seekor lalat dan ada yang masuk neraka karena seekor lalat pula.”
Para sahabat bertanya: “Bagaimana itu bisa terjadi ya Rasulullah?
Rasul menjawab: “Ada dua orang berjalan melewati sebuah kaum yang memiliki berhala, yang mana tidak boleh seorangpun melewatinya kecuali dengan mempersembahkan sesuatu untuknya terlebih dahulu, maka mereka berkata kepada salah satu di antara kedua orang tadi: “Persembahkanlah sesuatu untuknya!” Ia menjawab: “Saya tidak mempunyai apapun yang akan saya persembahkan”, mereka berkata lagi: “Persembahkan untuknya walaupun seekor lalat!” Maka iapun mempersembahkan untuknya seekor lalat, maka mereka membiarkan ia untuk meneruskan perjalanannya, dan iapun masuk ke dalam neraka. Kemudian mereka berkata lagi kepada seseorang yang lain: “Persembahkalah untuknya sesuatu!” Ia menjawab: “Aku tidak akan mempersembahkan sesuatu apapun untuk selain Allah, maka merekapun memenggal lehernya, dan iapun masuk ke dalam surga” (HR. Ahmad).
Memberikan sesajen berupa makanan ataupun sembelihan bertentangan juga dengan akal sehat manusia. Lebih baik makanan tersebut dimakan oleh manusia atau disedekahkan kepada manusia yang lebih membutuhkan, sedangkan di bumi (tanah, sawah), pohon, gunung, atau laut, makanan tersebut akan sia-sia dan membusuk.
Minggu, 11 Juni 2023
HUKUM MENGADAKAN WALIMAH PULANG DARI SAFAR
WALIMAH SEBELUM DAN SESUDAH HAJI
Mengadakan Walimah Pulang Dari Safar Dan Sepulang Haji
Walimah untuk menyambut orang yang pulang dari safar (termasuk pulang safar dari haji atau safar bukan maksiat) diiringi dengan acara makan-makan, hukumnya boleh. Atau jama'ah haji sendiri yang menyediakan makanan kemudian mengundang tetangganya untuk makan-makan, hukumnya boleh. Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan bahwa para Shahabat merayakan kegembiraan ketika menyambut kedatangan musafir, baik safar haji, umrah, berdagang, maupun yang lainnya (bukan safar maksiat).
Dari ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,
لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مَكَّةَ – أي : في فتحها – اسْتَقْبَلَتْهُ أُغَيْلِمَةُ بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ ، فَحَمَلَ وَاحِداً بَيْنَ يَدَيْهِ وَآخَرَ خَلْفَهُ
“Ketika Nabi ﷺ datang ke Mekah –pada waktu fathu Mekah– anak-anak dari keturunan Abdul Muthallib menyambut beliau. Ada yang dinaikkan di depan onta beliau dan yang lain dibonceng di belakang.” (HR. Bukhari 1798).
Kisah yang lain, Abdullah bin Zubair, pernah berkata kepada Ibnu Ja’far radhiyallahu ‘anhu,
أَتَذْكُرُ إِذْ تَلَقَّيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَأَنْتَ وَابْنُ عَبَّاسٍ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، فَحَمَلَنَا وَتَرَكَكَ
"Apa kamu masih ingat ketika kita menyambut Rasulullah ﷺ, aku, kamu, dan Ibnu Abbas?
Ibnu Ja’far menjawab: “Ya, beliau menaikkan kami di atas tunggangannya dan tidak mengajakmu.” (HR. Bukhari 3082).
Abdullah bin Ja’far juga pernah mengatakan :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ تُلُقِّيَ بِنَا .فَتُلُقِّيَ بِي وَبِالْحَسَنِ أَوْ بِالْحُسَيْنِ. فَحَمَلَ أَحَدَنَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَالْآخَرَ خَلْفَهُ حَتَّى دَخَلْنَا الْمَدِينَةَ
"Apabila Nabi ﷺ pulang dari safar, kami menyambutnya. Aku menyambut beliau bersama Hasan atau Husain. Beliau memboncengkan kami satu di depan dan satu di belakang, hingga kami masuk kota Madinah.” (HR. Muslim 2428).
Walimah dan acara makan-makan ketika pulang dari safar dinamakan naqi’ah.
وقال النووي رحمه الله: "يستحبُّ النقيعة؛ وهي طعام يُعمل لقدوم المسافر، ويُطلق على ما يعمله المسافر القادم، وعلى ما يعمله غيرُه له... وممَّا يستدل به لها: حديث جابر رضي الله عنه: أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم، لما قدم المدينة من سفره، نحَر جزورًا أو بقرةً"؛ رواه البخاري".
المجموع: (٤/ ٤٠٠).
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan : "Dianjurkan mengadakan naqi’ah, yaitu hidangan makanan yang disiapkan untuk kedatangan musafir. Baik disiapkan oleh musafir yang datang, atau disiapkan orang lain untuk menyambut kedatangan musafir...."
Lebih lanjut, imam An-Nawawi menyebutkan, "Diantara dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah ﷺ ketika pulang dari safar dan masuk Madinah, beliau menyembellih onta atau sapi. (HR. Al Bukhari). (lihat al-Majmu’ Syarah Muhadzdzab, 4:400).
Mengadakan Walimah Sebelum Safar Haji
Mengadakan walimah sebelum safar maka ini tidak termasuk ke dalam jenis walimah yang disyariatkan. Karena ia adalah walimah yang berkaitan dengan haji dan disematkan kepadanya, (kaidah menyatakan) “Setiap apa yang disematkan kepada hukum syariat, maka ia membutuhkan dalil yang menshahihkannya”. Dan tidak ada nukilan dari para Salafush sholih (para Shahabat, Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in) yang mengadakan walimah sebelum safar haji.
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين
"Balasan Sesuai Dengan Amalan" Meluruskan Terhadap Keyakinan "Karmaphala"
"Balasan Sesuai Dengan Amalan" ( الْجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ )
Meluruskan Terhadap Keyakinan "Karmaphala"
Perlu kita pahami keyakinan tentang "Balasan Amalan" atau kaidah (الْجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ "Balasan Sesuai Dengan Amalan") itu ada perbedaan dengan "Karmaphala" (yang berasal dari dua kata yaitu karma (=amal perbuatan/aksi) dan phala (=buah/hasil). Karmaphala berarti "buah dari perbuatan") yang dipahami ajaran agama lain sebagaimana juga terkait perkara puasa, syaithan, Jannah (Surga) ataupun Neraka.
Allah itu Maha Adil. Maaliki Yaumid diin, Pemilik Hari Pembalasan kelak. Jika ada yang berkhianat kepada kita, pasti akan ada hukuman yang sangat adil oleh Al-Maalik di akhirat besok. Allah Ta’ala berfirman :
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ
“ Dan janganlah sekali-kali engkau( Muhammad ) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim…..” (Q.S. Ibrohim 42)
Banyak dalil yang menyebutkan tentang kaidah ini (الْجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ ), baik dari Al-Quran maupun hadis Nabi ﷺ. Nabi ﷺ bersabda :
مَنْ ضَارَّ أَضَرَّ اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ شَاقَّ شَقَّ اللَّهُ عَلَيْهِ
“Barang siapa yang memberikan mudarat kepada orang lain, maka Allah akan memberikan mudarat kepadanya. Barang siapa yang memberikan kesulitan kepada seorang muslim, maka Allah akan memberikan kesulitan kepadanya.” (HR. Ahmad no. 15755, Abu Dawud no. 3635, At-Tirmizi no. 1940 dan Ibnu Majah no. 2342, dihasankan oleh Al-Albani.)
Begitu juga hadis riwayat Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda :
احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ
“Jagalah Allah ﷻ, niscaya Dia akan menjagamu.” (HR. Ahmad no. 2803 dan At-Tirmizi no. 2516, disahihkan oleh Al-Albani.)
Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata :
قَالُوا وَقَدْ دَلَّ الْكِتَاب وَالسُّنَّة فِي أَكْثَر مِنْ مِائَة مَوْضِع عَلَى أَنَّ الْجَزَاء مِنْ جِنْس الْعَمَل فِي الْخَيْر وَالشَّرّ كَمَا قَالَ تَعَالَى (جَزَاء وِفَاقًا) أَيْ وَفْق أَعْمَالهمْ وَهَذَا ثَابِت شَرْعًا وَقَدْرًا
“Mereka (para ulama) berkata bahwasanya Al-Quran dan As-Sunah telah menunjukkan lebih dari seratus dalil yang menerangkan bahwa balasan sesuai dengan perbuatan di dalam perkara kebaikan maupun dalam perkara keburukan. Sebagaimana firman Allah, ‘Sebagai pembalasan yang setimpal’, maksudnya sesuai dengan amal perbuatan mereka. Dan ini valid berdasarkan syariat maupun takdir (kenyataan).” (lihat ‘Aun Al-Ma’bud wa Hasyiyah Ibnu Al-Qayyim, (12/176).)
Di samping itu, sudah menjadi kenyataan yang terjadi, di mana membuktikan betapa seringnya Allah menunjukkan kaidah ini di realitas kehidupan manusia. Apabila seseorang yakin dengan kaidah ini, maka dia akan terpacu untuk melakukan amalan saleh. Karena dia mengetahui adanya kaidah yang berlaku bahwa الْجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ ‘Balasan sesuai dengan perbuatan’. Begitu pun sebaliknya, apabila dia ingin melakukan kezaliman dan perbuatan kemaksiatan, maka dia akan berhenti dari perbuatannya, sebab dia tahu kaidah ini akan berlaku.
Di antara tujuan penyebutan kaidah ini adalah untuk membuat kita yakin bahwa kaidah tersebut adalah aturan Allah yang berlaku. Kaidah yang menjadi hukum sebab akibat, di mana Allah tidak menyelisihi aturan-Nya tersebut sekaligus tidak akan mengubah aturan tersebut. Kaidah ini bukanlah omong kosong, namun kaidah yang sesuai dengan Al-Quran, As-Sunah dan sesuai dengan realitas atau kenyataan yang sudah terjadi, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karenanya, seseorang yang meyakini kaidah ini, maka dia akan lebih waspada dan semangat dalam beramal shalih dan merasa khawatir untuk melakukan kemaksiatan.
Kaidah ini merupakan konsekuensi dari sifat Maha Adil Allah, yaitu Allah akan memberi balasan sesuai dengan perbuatan. Allah Ta'ala berfirman :
اَمْ حَسِبَ الَّذِيْنَ اجْتَـرَحُوا السَّيِّاٰتِ اَنْ نَّجْعَلَهُمْ كَا لَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ ۙ سَوَآءً مَّحْيَاهُمْ وَمَمَا تُهُمْ ۗ سَآءَ مَا يَحْكُمُوْنَ
“Apakah orang-orang yang melakukan kejahatan itu mengira bahwa Kami akan memperlakukan mereka seperti orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, yaitu sama dalam kehidupan dan kematian mereka? Alangkah buruknya penilaian mereka itu.” (QS. Al-Jasiyah 45: Ayat 21)
جَزَاءً وِفَاقًا
“Sebagai pembalasan yang setimpal.” (QS. An-Naba’: 26)
هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
“Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman: 60)
وَمَكَرُوا مَكْرًا وَمَكَرْنَا مَكْرًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُون
“Dan mereka membuat tipu daya, dan Kami pun menyusun tipu daya, sedang mereka tidak menyadari.” (QS. An-Naml: 50)
إِنَّهُمْ يَكِيدُونَ كَيْدًا . وَأَكِيدُ كَيْدًا
“Sungguh, mereka (orang kafir) merencanakan tipu daya yang jahat. Dan Aku pun membuat rencana (tipu daya) yang jitu.” (QS. Ath-Thariq: 15-16)
نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ
“Mereka telah melupakan kepada Allah, maka Allah melupakan mereka (pula).” (QS. At-Taubah: 67)
فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ
“Maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka.” (QS. At-Taubah: 79)
إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ
“Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu.” (QS. Muhammad: 7)
وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ
“Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya.” (QS. Al-Hajj: 40)
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ ٧ وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ
"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula." (QS. Al-Zalzalah :7-8)
Ayat-ayat yang menerangkan tentang ini banyak sekali dan tidak butuh pengamatan lebih dalam, karena mudah untuk memahaminya. Tipuan dibalas dengan tipuan, makar dibalas dengan makar dan pertolongan dibalas dengan pertolongan pula, sehingga semuanya bisa dipahami dengan mudah. Demikian juga di dalam hadits-hadits Nabi ﷺ. Dari Sahl bin Sa’d berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda :
تَانِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مَفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ،
“Jibril mendatangiku lalu berkata: “Wahai Muhammad! Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan mati. Cintailah siapa yang kamu suka, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya. Dan berbuatlah sesuai yang engkau kehendaki, maka sesungguhnya engkau akan diberi balasan dengannya.” (HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath no 4278, Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyaa, al-Hakim dalam al-Mustadrak 7921. Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadis ash-Shahihah 2/483).
Demikianlah beberapa dalil tentang kaidah ini,الْجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ الْعَمَل “Balasan sesuai dengan perbuatan.” Oleh karenanya, terdapat riwayat dari seorang tabi’in murid dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, yaitu Sa’id bin Jubair. Ketika dia akan dibunuh oleh Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi, maka Al-Hajjaj berkata kepadanya :
اخْتَرْ أَيَّ قِتْلَةٍ تُرِيْدُ أَنْ أَقْتُلَكَ؟
“(Wahai Sa’id), pilihlah bentuk kematian yang kau inginkan agar aku membunuhmu dengan caraku tersebut?”
Al-Hajjaj mengancamnya, hingga Sa’id bin Jubair menjawab dengan berkata :
اخْتَرْ لِنَفْسِكَ يَا حَجَّاجُ، فَوَاللهِ مَا تَقْتُلُنِي قِتْلَةً، إلَّا قَتَلْتُكَ قَتْلَةً فِي الآخِرَة
“Justru pilihlah (cara kematian) untuk dirimu wahai Hajjaj. Demi Allah, engkau tidak akan membunuhku dengan satu cara kematian yang engkau inginkan, melainkan aku juga akan membunuhmu dengan satu cara kematian di akhirat.” (lihat Siyar A’lam An-Nubala’, 5/188.)
Artinya ‘dengan cara apa pun engkau membunuhku, maka kelak pada hari kiamat Allah ﷻ akan membalas dengan cara pembunuhan tersebut’. Ini termasuk penerapan dari kaidah الْجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ ‘Balasan sesuai dengan perbuatan’. Wa Allahu a'lam.
Langganan:
Postingan (Atom)
Tahukah Engkau Amalan Yang Disukai Imam Asy-Syafi'i di Malam dan Hari Jumat ?
Tahukah Engkau Amalan Yang Disukai Imam Asy-Syafi'i di Malam dan Hari Jumat ? ✍🏻 قال الإمام الشافعي رحمه الله : وأحب كثرة الصلاة على...
-
Hadits : "... Setahun itu ada dua belas bulan dan di antaranya ada arba'atun hurum (empat bulan yang suci). ...." عن أبي بك...
-
LOYAL DAN BENCI KARENA ALLAH VS HAWA NAFSU (tulisan bagian 2) Bab VI. Kewajiban Amar Ma'ruf Nahi Munkar Allah Ta’ala berfirman,...
-
Tidak Hujan Karena Ulat Jati (Ungker) Termasuk Mitos Batil Dan Aqidah Sesat Rasulullah ﷺ juga bersabda : مِفْتَاحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ...